Monday 15 February 2016

TABAYYUN


Tabayyun …
Kata yang kurang familiar bagi kebanyakan orang, tapi bagi seorang muslim tentunya harus tahu yaa. Meskipun kalau dihitung banyak yang tidak tahu juga. Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu sehingga benar-benar jelas apa adanya, kata kekiniannya adalah cross-check. Di jaman yang serba instan dan canggih ini, setiap insan seperti dihadapkan pada kompetisi dan pencitraan. Biar dikira tidak ketinggalan jaman, kekinian, sehingga siapapun boleh membangun opini, boleh mengkritik, memfitnah, menghakimi, berhak mengeluarkan ide walaupun tidak sesuai dengan fakta dan tidak tahu ilmu.

Berita yang kita dengar dan kita baca setiap waktu, entah itu dimasa lalu ataupun masa sekarang, pasti tidak semuanya benar. Apalagi bila kita mendengarnya dari orang lain, istilahnya MLM alias dari mulut ke mulut … LoL. Awalnya yang hanya sepatah kata bisa menjadi satu baris kalimat, lama kelamaan bisa menjadi satu paragraf, besoknya bahkan sudah menjadi satu jilid komik. Terlebih lagi saat ini kita hidup pada zaman yang banyak terjadi fitnah, hasad, hasut, baik itu dilakukan di dunia nyata ataupun didunia maya. Terinspirasi dari obrolan beberapa waktu yang lalu, meskipun saya sudah terbiasa mendengar kata-kata dusta, difitnah, disindir sana-sini, sedikit tertohok juga nih kalau ada sesuatu yang kurang bener. Dan yang lebih jelek lagi, saya kadang juga suka berprasangka, pengakuan dosa yang lama terpendam … he he he. 

Fenomena yang terjadi di masyarakat entah itu dijaman dulu atau sekarang sepertinya masih sama, cepat meng-understatement terhadap opini atau perilaku seseorang. Suka menilai sesuatu atau seseorang melalui kacamatanya sendiri alias pendapatnya sendiri dan kemudian menyebarkannya ke khalayak. Sehingga yang terjadi adalah mudahnya seseorang men-cap sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Jika seseorang atau siapapun cepat percaya dengan informasi disampaikan dari mulut kemulut maka terjadi kesalahan mengambil keputusan, kesalahan mengkritik dan lebih parahnya lagi terjadi lah fitnah. 

Jika kita tidak tahu fakta dan tak memiliki ilmu dengan sesuatu permasalahan sebaiknya tidak perlu memperkeruh suasana, ikut mengkritik, menyindir, mencela dan memfitnah, apalagi bila hal itu menyangkut kehidupan orang lain. Entah itu pada teman, saudara, tetangga, teman lama, apalagi dengan orang yang tidak kita kenal. Kalau orang itu publik figur, pejabat atau artis, mungkin masih dimaklumi ya. Resikonya jadi orang beken … LoL. Tapi kalau seseorang itu adalah orang yang jarang sekali atau bahkan tidak pernah bersinggungan dengan kita, ini nih yang parah. Kredibilitas yang ada pada diri kita tentunya patut dipertanyakan. Pasti tidak akan ada yang mau kalau diberi julukan si penabur kebencian, si tukang fitnah, tukang bohong atau si tukang sindir. Iya nggak ? 

Seringkali telinga seseorang itu lebih suka mendengarkan kata-kata manis dan pada akhirnya tertipu. Padahal itu hanyalah bunga-bunga kata si pembawa berita, tujuannya agar si penerima kabar senang. Istilah kunonya ABS, Asal Bapak Senang. Terlebih bila ada iming-iming uang, berita yang disampaikan bakalan lebih seru meski tidak ada benarnya. Mungkin juga si pemberi kabar hanya memanfaatkan si penerima kabar untuk tujuan tertentu, sehingga si penerima kabar lalai dan tidak tabayyun. Biar duitnya moprol, mengalir terus ke kantong si pembawa berita. Mengkritik dan mencela habis-habisan orang yang dikabarkan padahal belum tentunya orang dikritik dan dicela itu salah. Apalagi kalau kabar itu adalah cerita yang sudah usang, yang mungkin saja orang yang dikabarkan sudah lupa. Jadi, misalnya diberitakan heboh saat ini pun tidak bakalan menaikkan rating …. He he he.

Rasa percaya yang tinggi ataupun rasa curiga terhadap seseorang yang berlebihan bisa menyebabkan mata dan hati menjadi buta sehingga menghalangi seseorang melihat kenyataan yang sebenarnya. Biasanya orang yang terlalu kaku dan ekstrem seperti itu, tidak mau menerima alasan orang lain, tidak mau mendengar pandangan atau pikiran orang lain dan kurang melakukan pengamatan, karena sudah sangat percaya dengan si pembawa kabar. 

Jika diamati dari sudut ilmu sistem informasi manajemen, informasi yang disampaikan oleh komunikator alias si pembawa berita tidak jelas, tidak professional, tidak kredibilitas maka si penerima informasi akan mendapat informasi error dan tentunya feed back atau responnya juga pasti salah. Dan jelas pihak yang mengalami kerugian adalah si penerima kabar. Dampak dari keterbukaan informasi atau pengaruh dari Declaration of Human Right kali, ya, sehingga semua merasa berhak mengkritik dan memfitnah. Padahal tabayyun ini sangatlah penting dalam kehidupan kita, terutama dalam Islam. Karena segala sesuatu yang diucapkan, di dengar dan disampaikan harus kita pertanggungjawabkan nantinya di hadapan Allah, SWT. Kalau mau hitung-hitungan, pastilah rugi secara material dan spiritual.

Jujur, saya kurang suka dengan orang yang suka melebih-lebihkan cerita, suka menyindir ataupun menghakimi kehidupan dan perilaku seseorang. Apalagi kalau kabar itu tidak rasional, males banget dengernya. Sebagai tukang ketik, semua informasi yang saya tulis selalu harus akurat, jelas, apa adanya, tidak saya tambah-tambahi dan juga tidak saya kurangi. Tapi kalau fiksi lain lah yaa, perlu imajinasi dikit … LoL. Meskipun pendekatannya saya lebih suka mengangkat cerita dari kehidupan nyata. Yang penting kita harus tetap berpikir obyektif, tidak terpancing, tidak terburu-buru dalam menanggapi sesuatu dan tetap perlu tabayyun. 

Kalaupun ada yang memfitnah, mengada-ada atau su’udzon sama saya, ya silahkan, monggo kerso panjenengan. Itu masalah anda dengan diri anda sendiri. Saya mah nyantai aja atuh kalau ada orang yang ngomong ini itu, begini begitu dan begono … LoL. Nggak ngaruh kok, dan saya juga paling cengar-cengir kalau mendengar kabar miring, cuma kabar lurus aja yang bakal saya tanggapin. Kalaupun saya perlu informasi atau mendengar sesuatu, pasti akan langsung saya cari sendiri atau saya datangi sumbernya untuk meng-cross check. Kalau mendengarnya dari orang lain ntar sudah beda lagi ceritanya. 

Tabayyun yang berhasil apabila kita mampu mengungkapkan fakta yang bisa dijamin akurasinya dengan analisis yang jernih. Obyektifitas dalam berpikir dan menghadapi suatu fakta akan membangun kearifan, lebih hati-hati dan tidak sembrono alias gegabah dalam bertindak. Kebenaran-kebenaran informasi yang dihasilkan melalui proses yang obyektif, diharapkan juga akan membangun sikap toleran terhadap orang lain, yang sama-sama menjunjung tinggi obyektivitas. Lebih berhati-hati agar kita tidak menuduh seseorang dengan kebodohan kita sendiri dan pada akhirnya akan menjadi penyesalan bagi kita kelak.

Dengan bertabayyun kita tidak akan mudah menerima informasi atau berita yang palsu. Juga bukan berarti kalau kita su’udzon terhadap orang lain. Ketika berita atau informasi telah disampaikan lebih baik kalau kita mem-verifikasi kebenaran berita tersebut melalui beberapa orang yang sekiranya dapat dipercaya dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang dikatakannya atau dari sumbernya sendiri secara langsung. Daripada kita mengira-ira terus, iya nggak ? 

Begitulah arti tabayyun bagi saya. Kalau Pak Ustadz yang menjelaskan, pasti lebih mendetail lagi. Ilmu agama saya masih dangkal bin cethék. Dan saya juga masih terus dan harus belajar. 

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda semua, terutama untuk si pembuat artikel ini … LoL. Lebih baik pintar merasa, daripada merasa pintar. Dan semoga lebih baik lagi untuk kedepannya … Aamiin. 


No comments:

Post a Comment