Thursday 21 January 2016

ACCEPTANCE



Rasa sakit di hati itu hanya ibarat kabut di pagi hari. 
Tunggulah matahari tiba, maka dia akan hilang bersama siraman lembut cahayanya. 

Rasa sakit di hati itu hanyalah ibarat kabut pagi. 
Tidak pernah mengubah hakikat indahnya pagi. 

Bahkan bagi yang senantiasa bersyukur, dia akan menari ( meski sambil menangis ) di tengah kabut. 

Dan itu sungguh tarian indah, tarian penerimaan. 

~ DARWIS TERE LIYE ~ 



Selama masih ada detak nafas kehidupan, setiap orang pasti dan akan menghadapi yang namanya musibah. Apapun itu bentuknya, besar ataupun kecil. Rasa sakit, kekecewaan, kehilangan, kegagalan, ditinggalkan atau jodoh yang tak kunjung datang …. Hiks. Dan keragaman bentuk musibah itulah yang akan membentuk kepribadian seseorang, terkait dengan bagaimana sikap orang itu dalam menerima setiap musibah yang menimpanya. 

Konon katanya nih, seseorang yang tengah menghadapi rintangan yang berat, terkadang hati kecilnya membisikkan agar berhenti, menyerah alias berputus asa. Dorongan hati kecil itu selanjutnya akan menjadi keinginan jiwa. Dan jika keinginan menyerah itu ditahan, ditekan dan tidak diikuti, maka tindakan ini merupakan bentuk dari hakikat penerimaan yang mendorongnya agar tetap melanjutkan usahanya walaupun harus menghadapi berbagai rintangan yang berat. Dia akan terus berproses untuk menjadi apa dan siapa pun yang dicita-citakannya dalam suka dan duka. Dengan berbagai cara ia akan terus mencari dalam bentuk kreativitas untuk selalu berbuat sesuatu, kapan dan di mana pun ia berada. 

Penerimaan disini dalam arti menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi dalam kehidupan kita. Menerima bukan berarti pasrah begitu saja dan tidak melakukan apa-apa. Di kala sedang terhimpit kesulitan, kita bisa belajar bagaimana agar kita ”sekarang” bisa berbenah agar di masa mendatang bisa terhindar dari kesulitan dan bagaimana kita akan menghadapi setiap kesulitan jika hal itu terjadi lagi. Atau, bagaimana kita bersikap dengan sikap yang terbaik ketika musibah menjadi sesuatu yang tak terelakkan dalam kehidupan kita. 

Ada yang menanggapi sikap penerimaan kita secara negatif dan ada pula yang menanggapinya secara positif. Saya sendiri juga mengalaminya kok. Biasanya tanggapan negatif berasal dari orang-orang yang tidak mengenal kita secara langsung. Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depresi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik. Hidup ini penuh dengan keindahan dan pengharapan. Sudahlah, apapun opini mereka saya terima aja, sabar dan tawakal gitu loh. Istilah kerennya, whatever … terserahlah orang mau bilang apa … he he he. 

Ada banyak hal yang saya alami, diantaranya rasa sakit. Kalau rasa sakit yang lain tidak perlu saya ceritakan yaa, biar ALLAH, SWT aja yang tahu … LoL. Bagi sesama penderita Hipertiroid parah, pasti tahu rasa menyiksanya tuh seperti apa ? Apalagi kalau sedang kambuh, jangan tanya dah. Mulai dari tremor, kepanasan, kepala pusing seperti mabuk kapal laut, diare, mual, tulang-tulang sendi seperti ditarik-tarik, mata tidak tahan sinar, belum lagi hoak hoek karena napas menjadi berat. Duduk nggak kuat, jalan juga sempoyongan dan satu-satunya hiburan cuma tidur, itupun juga tidak nyenyak. Pokoknya nggak ada pilihannya sama sekali. 

Satu-satunya jalan yang saya lakukan adalah menerima, mungkin itu yang terbaik daripada mengeluh kesana-kemari. Bukan karena sok tegar atau apa gitu, sebagai salah satu bentuk kalau saya tidak menyerah begitu saja. Sebagai manusia biasa, jujur, saya juga banyak cengengnya, sering nangis kalau sendirian. Apalagi saat merasakan sakit yang luar biasa, orang lain malah menganggap saya ngeles dan hanya cari-cari alasan untuk menghindar atau ingin mendapatkan belas kasihan. Wah, nggak banget lah yaa. Padahal, saya kalau bilang sakit berarti sudah nggak kuat lagi tuh, Profesor yang merawat saya aja keder kalau saya sakit … LoL. 

Kita berhasil karena berikhtiar. Orang sakit pergi berobat, nelayan menebarkan jalanya, petani menanamkan benih, penulis mengisi pena-nya dengan tinta. Ini adalah prinsip sederhana tentang ikhtiar. Tak sebuah kata bisa tertulis dari pena yang kosong. Orang yang sakit tidak akan sembuh kalau tidak minum obat. Ikan tidak akan didapat kalau nelayan tidak menebarkan jala dan menunggunya. 

Bersyukur pada akhirnya akan menuntun kita untuk senantiasa menyingkirkan sisi negatif dari hidup. Orang lain mungkin berkata bahwa kita tidak realistis. Namun, bersyukur adalah sikap menerima kenyataan. Kalau sedang sakit, kehilangan sesuatu atau tertimpa musibah lainnya, terima aja dan jangan pernah menyangkalnya. Tak ada yang meringankan hidup selain sikap menerima. Semakin banyak kita bersyukur semakin banyak kita menerima. Semakin sering kita mengingkari, semakin berat beban yang kita jejalkan pada diri sendiri. Banyak orang terpaku pada penderitaan dan kegagalan lalu mengingkarinya. Padahal salah satu jalan untuk mengurangi rasa sakit adalah menerima kenyataan. 

Tulisan ini saya dedikasikan teman-teman dan saudara yang senasib seperjuangan, terutama untuk diri saya sendiri yang sering cengeng, mellow, agar tidak tergoda setan yang terkutuk … he he he. Tulisan pertama saya di tahun 2016, yang saya tulis dengan susah payah, sempat over pede karena kemarin saya tahan online lebih dari 1 jam. Dan sekarang 45 menit, punggung pegel linu, pusing, sudah mulai hoak-hoek lagi. Mungkin besok mesti berikhtiar lagi ke ahli Endokrinologi. 

Akhirul kalam, mohon maaf bila ada kesalahan tulis dan kekhilafan kata-kata. Semoga yang sedang kesakitan segera diberi kesembuhan oleh ALLAH, SWT dan kita semua selalu dilimpahi Rahmat, Taufik dan Hidayah-NYA … Aamiin Yaa Rabbal Alamin.