Tuesday 16 February 2016

MAHAR




Kupinang kau dengan Bismillah ….

Tergelitik dengan lagu yang dilantunkan Pasha Ungu dan kemarin sempat membaca postingan salah satu teman FB, saya tergerak untuk menulis artikel ini. Kalau dianggap sebagai bahasan yang sederhana, juga tidak sesederhana itu dalam kenyataannya. Apalagi kalau melihat gambar yang saya dapatkan dari Googling diatas, banyak banget mahar dan seserahannya. Topik yang sangat menarik bagi kaum Hawa dan sebuah informasi bagi kaum Adam … he he he. Karena mahar atau mas kawin merupakan salah satu bagian penting dan menjadi syarat sah-nya suatu pernikahan. 

Mahar adalah suatu tanda kesungguhan dari seorang pria untuk menikahi seorang wanita. Kata mahar berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah pemberian wajib dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai pembayaran pernikahan. Seorang perempuan boleh meminta “ apapun “ kepada calon suaminya. Mahar yang paling umum diberikan oleh pengantin pria adalah seperangkat alat sholat, cincin emas dan uang tunai. Biasanya dibayarkan secara tunai pula. Meski di beberapa negara, mahar bisa dicicil atau kredit. Ada mahar yang di sebutkan secara gamblang, namun ada pula mahar yang tidak disebutkan karena bisa jadi adalah mahar itu sebuah janji yang akan dipenuhi di kemudian hari seiring berjalannya pernikahan. Pemberian mahar ini harus sesuai dengan kemampuan si calon pengantin pria, tidak boleh ada keterpaksaan yang berujung tidak mengenakkan. Dan mahar yang terbaik adalah yang paling ringan. Itu berarti, si pengantin wanita tidak boleh memberatkan. Lalu, mahar seperti apakah yang dimaksud dengan ringan ? Hanya mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, kelihatannya sih ringan tapi bukan berarti mudah, iya nggak ? 

Ada yang berpendapat kalau seorang wanita tidak meminta mahar yang banyak, berarti kualitas agamanya hanya asal-asalan aja. Menikah dengan mahar yang terlalu murah dapat meningkatkan jumlah kegagalan dalam suatu pernikahan, yaitu berujung pada perceraian. Ada juga persepsi kalau gadis yang belum juga menikah itu karena mematok standar dan mahar yang tinggi. Nyesek banget kalau ada yang ngomong seperti itu … Hiks. Teori dari mana coba ? Mestinya orang kan bisa berpikir secara logis, kalau kualitas agamanya baik, tentunya dia tidak akan memberatkan dan mempersulit. Maksud dari “ boleh meminta apa saja “ juga bukan berarti minta semua harta benda sampai terkuras semua. Yang pasti permintaan yang wajar dan rasional. Justru yang sedang ngetren saat ini, menikah dengan mahar yang banyak dan resepsi yang mewah, tidak lama setelah itu cerai. Nikah lagi, terus cerai lagi. Pernikahan dianggap sebagai ajang bisnis karena mendapatkan mahar dan seserahan yang banyak. Yang ini niatnya mau nikah atau mau jadi kapal keruk nih, merampok tapi dengan cara halus. Agak heran juga karena wanita seperti itu justru malah lempeng jalannya alias gampang mendapatkan lelaki. 

Di negara-negara Timur Tengah, calon pengantin laki-laki harus menyediakan dana ratusan juta untuk perkawinannya. Uang sebanyak itu untuk biaya mahar, biaya perkawinan yang ditanggung pengantin laki-laki, biaya rumah, beli mobil dan biaya bulan madu. Di sebagian masyarakat Arab, semakin tinggi mahar semakin bangga mereka karena itu seakan sebagai bukti bahwa anak perempuan mereka mendapat calon suami dengan status sosial tinggi. Di Arab Saudi dan Iran, pernikahan bahkan bisa menelan biaya ratusan juta. Selain mahar, calon suami harus sudah menyediakan rumah atau apartemen dan kendaraan, plus deposito bagi calon istri. Ini semua dilakukan agar ketika terjadi perceraian, sang istri punya “ pegangan “ untuk bertahan sampai ia dilamar dan menikah lagi. Jumlahnya juga sesuai permintaan sang calon istri. Total, biaya untuk satu perhelatan pernikahan, calon suami sedikitnya menyiapkan uang yang setara dengan ratusan juta rupiah sampai satu milyar. Khusus bagi warga Saudi yang kurang mampu secara ekonomi, ada salah satu lembaga sosial yang khusus menghimpun dana untuk membantu warga yang berniat menikah, tapi tak mampu secara keuangan. Tidak ada kata lain selain …. Woooww, kepénak timen ya gadis disana …. LoL. 

Hal senada dengan juga terjadi di Indonesia. Di Sulawesi ( khususnya suku Bugis ), Sumatra ( Aceh, Batak, Nias ), dan Kalimantan ( Banjar ), Nusa Tenggara Timur ( Flores ) dikenal dengan nilai mahar yang paling tinggi di Indonesia. Nilai mahar bisa mencapai ratusan juta rupiah, nilai ini belum termasuk pemberian lainnya seperti sebidang tanah dan juga tidak termasuk ke dalam seserahan atau hantaran lainnya yang berupa keperluan hidup sehari-hari si wanita, seperti makanan, perhiasan, pakaian, sepatu, tas, kosmetika dan sebagainya. Asal si calon pengantin pria mampu aja, why not ? Iya nggak ? Jadi, kalau sudah punya niat baik untuk melamar gadis dengan latar belakang adat yang kuat, siap-siap dah rekening ludes … he he he. 

Beberapa dari keluarga saya ada yang menikah dengan orang Aceh, Padang, Banjar, Sunda, Betawi dan Batak. Yang pasti berbeda juga soal mahar ini. Menurut mereka, nilai mahar merupakan simbol kehormatan dan gengsi keluarga baik dari pihak wanita maupun pihak lelaki. Bagi pihak wanita, tingginya nilai mahar menunjukkan kedudukan sosial keluarga wanita tersebut. Nilai mahar ini dapat berubah disesuaikan dengan status sosial keluarga wanita dan ditentukan oleh pihak keluarga wanita tersebut. Tingkat pendidikan, kemampuan ekonomi, keturunan kebangsawanan dan kecantikan paras menjadi tolok ukur berubahnya nilai mahar si wanita. Makin tinggi tingkatan yang dimiliki oleh seorang wanita, maka akan semakin tinggi pula nilai mahar yang ditetapkan oleh keluarganya. Hingga saat ini, tidak jarang terdengar beberapa cerita dimana keluarga wanita yang masih keturunan bangsawan tanpa segan-segan menetapkan nilai mahar bagi anaknya dengan nilai ratusan juta rupiah, ada juga yang mencapai angka satu M.

Bagi pihak keluarga lelaki yang berniat menikahi seorang wanita, memenuhi nilai mahar yang telah ditetapkan oleh keluarga si wanita merupakan suatu simbol kehormatan pula. Bahkan, sering didapati pihak keluarga lelaki akan menambah beberapa seserahan di atas jumlah mahar yang ditetapkan keluarga wanita sebagai bentuk kemapanan keluarga si lelaki. Menurut sepupu saya nih, nilai mahar yang menjadi standar adat Aceh bagi seorang wanita adalah sepuluh mayam emas. Untuk ukuran saat ini, harga satu mayam emas kurang lebih mendekati nilai satu juta rupiah. Bila nilai mahar seorang wanita di Aceh kurang dari sepuluh mayam emas, hampir dapat dipastikan bahwa si wanita berasal dari kalangan status sosial yang bisa dikatakan rendah. 

Mungkin kaum pria di Padang Pariaman lebih beruntung kali yaa, beruntung karena diperebutkan … he he he. Karena yang namanya keberuntungan ini pasti ada pengorbanannya juga. Disana pihak yang melamar adalah kaum wanita. Ada semacam kompetisi untuk “ menjemput ” calon pengantin pria. Jadi keluarga perempuan harus menjemput laki-laki dengan semacam bawaan atau uang. Lho, kok gitu sih ? Itu untuk menghargai keluarga pihak laki-laki yang telah melahirkan dan membesarkannya, sehingga ketika anak atau kemenakan laki-laki mereka menikah dan meninggalkan rumah, mereka tidak merasa kehilangan. Artinya pihak keluarga anak gadis siap memberikan kompensasi berapapun nilainya asalkan anak gadisnya menikah dan mendapatkan suami. Tapi yang dijemput ini juga bukan pria sembarangan lho yaa, melainkan mempelai prianya yang secara sosial dianggap mapan, terhormat atau keturunan bangsawan. Untuk menjemput calon menantu yang mempunyai jaminan hari depan baik inilah maka orangtua dari pihak perempuan mulai berkompetisi memberikan uang jemputan. Karena pihak laki-laki yang menerima mahar dari pihak perempuan, maka dikemudian hari si ayah dan anak-anak tidak memiliki hak dan kekuasaan atas harta pusaka. Di Padang, pihak laki-laki atau suami harus tinggal dengan keluarga istri dan bekerja keras mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dan yang mengatur segalanya adalah saudara laki–laki dari istri yang memberikan uang jemputan. Dan bila terjadi perceraian suami harus pergi tanpa harta dan anak-anaknya. Kasihan banget yaa … 

Untuk saya pribadi, hal ini sangat mencengangkan sekaligus menggelikan, bagaimana mungkin seorang wanita diberi harga sesuai dengan status sosial atau tingkat pendidikannya. Mereka tidak segan-segan mematok mahar yang tinggi apalagi yang punya strata sosial yang tinggi di masyarakat. Bahkan, tidak jarang pula kita dengar istilah bahwa mahar yang tinggi itu disamakan seperti transaksi jual-beli karena anak perempuan yang menjadi istri sama saja “ dibeli “ oleh seseorang yang akan menjadi suaminya. Tentang suami yang harus tinggal dirumah keluarga istri dan menanggung biaya hidup mereka ? Kalau hanya membantu sih, wajar yaa, sebagai bentuk empati dan toleransi. Tapi kalau disuruh menanggung keseluruhan, iya kalau yang ditanggung cuma beberapa orang, lha kalau banyak  gimana coba ? Apa nggak puyeng tuh ... LoL. 

Hmm ... saya tidak setuju dengan paradigma ini, biarpun itu adalah tradisi adat. Menurut saya nih, cinta sejati tidak memikirkan berapa banyak yang bisa didapatkan atau diberikan, karena cinta sejati selalu didasari dengan perasaan ikhlas. Bahkan terkadang, orang yang tulus mencintai selalu lupa dengan segala hal yang telah diberikan demi sebuah senyuman dan kebahagiaan orang yang dicintainya.

Meski adat Jawa juga mengenal bobot, bibit, bebet dan standart khusus dalam mahar pernikahan, tapi tidak se-ekstrem dan semahal daerah-daerah yang lain. Menyesuaikan situasi dan kondisi. Memang sih, secara alami, seorang gadis yang berlatar belakang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula. Kalau mengikuti adat Jawa sendiri sih, dimana-mana juga sama … sama ribetnya. Soal biaya memang tidak semahal di Aceh, Banjar atau Batak, tapi ritualnya itu lho, pating clekunik. Keluarga besar saya juga termasuk penganut budaya Jawa tapi fleksibel, kalau mau diikuti oke, kalau nggak ya nggak masalah. Pengalaman saat sepupu-sepupu saya menikah. Untuk mahar dan seserahan biasanya dimusyawarahkan antara pihak laki-laki dan perempuan agar tidak memberatkan dan sesuai dengan kemampuan. Permintaan mengenai mahar ini sebenarnya antara mempelai wanita dan calon mempelai pria, sedangkan para wali tidak memiliki hak untuk turut menentukan. Tapi pada umumnya nih, calon mempelai wanita dan keluarganya menyerahkan sepenuhnya soal mahar itu kepada sang calon mempelai pria. Jadi, mau ngasih apa aja ya diterima. Begitu juga dengan seserahan yang merupakan pemberian atau hadiah dari sang pria berupa barang-barang yang dibutuhkan oleh calon mempelai wanita. Tanda kesiapan seorang pria untuk bertanggung jawab penuh terhadap seorang wanita yang akan menjadi istrinya kelak. Nah, ini nih, kalau mendapatkan gadis baik-baik, biasanya sih tidak meminta banyak dan yang aneh-aneh. Tapi kalau mendapatkan gadis tipe kapal keruk, bisa ludes juga, minta ini itu … he he he.

Saya pribadi tidak pernah ada niat untuk mempersulit atau membebani calon suami saya nantinya. Karena sebaik-baiknya mahar adalah “ yang dimudahkan “, yaitu yang diberikan dan diterima dengan kerelaan dari kedua belah pihak. Bagi saya, memikirkan bagaimana kehidupan setelah pernikahan itu jauh lebih penting daripada ketika akad nikah atau walimatul ‘ursy pernikahan itu sendiri. Apalagi kalau ribut hanya karena soal mahar, jangan sampai dah. Misalnya diberi banyak ya Alhamdulillah wa syukurillah, kalau pun tidak ya, aku ora popo … LoL. Yang penting adalah syarat sah-nya pernikahan terpenuhi. Pinang aku dengan Bismillah …… yuuukk marii ….

Semoga ALLAH mempermudah jalan kita semua ... Aamiin.

Monday 15 February 2016

TABAYYUN


Tabayyun …
Kata yang kurang familiar bagi kebanyakan orang, tapi bagi seorang muslim tentunya harus tahu yaa. Meskipun kalau dihitung banyak yang tidak tahu juga. Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu sehingga benar-benar jelas apa adanya, kata kekiniannya adalah cross-check. Di jaman yang serba instan dan canggih ini, setiap insan seperti dihadapkan pada kompetisi dan pencitraan. Biar dikira tidak ketinggalan jaman, kekinian, sehingga siapapun boleh membangun opini, boleh mengkritik, memfitnah, menghakimi, berhak mengeluarkan ide walaupun tidak sesuai dengan fakta dan tidak tahu ilmu.

Berita yang kita dengar dan kita baca setiap waktu, entah itu dimasa lalu ataupun masa sekarang, pasti tidak semuanya benar. Apalagi bila kita mendengarnya dari orang lain, istilahnya MLM alias dari mulut ke mulut … LoL. Awalnya yang hanya sepatah kata bisa menjadi satu baris kalimat, lama kelamaan bisa menjadi satu paragraf, besoknya bahkan sudah menjadi satu jilid komik. Terlebih lagi saat ini kita hidup pada zaman yang banyak terjadi fitnah, hasad, hasut, baik itu dilakukan di dunia nyata ataupun didunia maya. Terinspirasi dari obrolan beberapa waktu yang lalu, meskipun saya sudah terbiasa mendengar kata-kata dusta, difitnah, disindir sana-sini, sedikit tertohok juga nih kalau ada sesuatu yang kurang bener. Dan yang lebih jelek lagi, saya kadang juga suka berprasangka, pengakuan dosa yang lama terpendam … he he he. 

Fenomena yang terjadi di masyarakat entah itu dijaman dulu atau sekarang sepertinya masih sama, cepat meng-understatement terhadap opini atau perilaku seseorang. Suka menilai sesuatu atau seseorang melalui kacamatanya sendiri alias pendapatnya sendiri dan kemudian menyebarkannya ke khalayak. Sehingga yang terjadi adalah mudahnya seseorang men-cap sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Jika seseorang atau siapapun cepat percaya dengan informasi disampaikan dari mulut kemulut maka terjadi kesalahan mengambil keputusan, kesalahan mengkritik dan lebih parahnya lagi terjadi lah fitnah. 

Jika kita tidak tahu fakta dan tak memiliki ilmu dengan sesuatu permasalahan sebaiknya tidak perlu memperkeruh suasana, ikut mengkritik, menyindir, mencela dan memfitnah, apalagi bila hal itu menyangkut kehidupan orang lain. Entah itu pada teman, saudara, tetangga, teman lama, apalagi dengan orang yang tidak kita kenal. Kalau orang itu publik figur, pejabat atau artis, mungkin masih dimaklumi ya. Resikonya jadi orang beken … LoL. Tapi kalau seseorang itu adalah orang yang jarang sekali atau bahkan tidak pernah bersinggungan dengan kita, ini nih yang parah. Kredibilitas yang ada pada diri kita tentunya patut dipertanyakan. Pasti tidak akan ada yang mau kalau diberi julukan si penabur kebencian, si tukang fitnah, tukang bohong atau si tukang sindir. Iya nggak ? 

Seringkali telinga seseorang itu lebih suka mendengarkan kata-kata manis dan pada akhirnya tertipu. Padahal itu hanyalah bunga-bunga kata si pembawa berita, tujuannya agar si penerima kabar senang. Istilah kunonya ABS, Asal Bapak Senang. Terlebih bila ada iming-iming uang, berita yang disampaikan bakalan lebih seru meski tidak ada benarnya. Mungkin juga si pemberi kabar hanya memanfaatkan si penerima kabar untuk tujuan tertentu, sehingga si penerima kabar lalai dan tidak tabayyun. Biar duitnya moprol, mengalir terus ke kantong si pembawa berita. Mengkritik dan mencela habis-habisan orang yang dikabarkan padahal belum tentunya orang dikritik dan dicela itu salah. Apalagi kalau kabar itu adalah cerita yang sudah usang, yang mungkin saja orang yang dikabarkan sudah lupa. Jadi, misalnya diberitakan heboh saat ini pun tidak bakalan menaikkan rating …. He he he.

Rasa percaya yang tinggi ataupun rasa curiga terhadap seseorang yang berlebihan bisa menyebabkan mata dan hati menjadi buta sehingga menghalangi seseorang melihat kenyataan yang sebenarnya. Biasanya orang yang terlalu kaku dan ekstrem seperti itu, tidak mau menerima alasan orang lain, tidak mau mendengar pandangan atau pikiran orang lain dan kurang melakukan pengamatan, karena sudah sangat percaya dengan si pembawa kabar. 

Jika diamati dari sudut ilmu sistem informasi manajemen, informasi yang disampaikan oleh komunikator alias si pembawa berita tidak jelas, tidak professional, tidak kredibilitas maka si penerima informasi akan mendapat informasi error dan tentunya feed back atau responnya juga pasti salah. Dan jelas pihak yang mengalami kerugian adalah si penerima kabar. Dampak dari keterbukaan informasi atau pengaruh dari Declaration of Human Right kali, ya, sehingga semua merasa berhak mengkritik dan memfitnah. Padahal tabayyun ini sangatlah penting dalam kehidupan kita, terutama dalam Islam. Karena segala sesuatu yang diucapkan, di dengar dan disampaikan harus kita pertanggungjawabkan nantinya di hadapan Allah, SWT. Kalau mau hitung-hitungan, pastilah rugi secara material dan spiritual.

Jujur, saya kurang suka dengan orang yang suka melebih-lebihkan cerita, suka menyindir ataupun menghakimi kehidupan dan perilaku seseorang. Apalagi kalau kabar itu tidak rasional, males banget dengernya. Sebagai tukang ketik, semua informasi yang saya tulis selalu harus akurat, jelas, apa adanya, tidak saya tambah-tambahi dan juga tidak saya kurangi. Tapi kalau fiksi lain lah yaa, perlu imajinasi dikit … LoL. Meskipun pendekatannya saya lebih suka mengangkat cerita dari kehidupan nyata. Yang penting kita harus tetap berpikir obyektif, tidak terpancing, tidak terburu-buru dalam menanggapi sesuatu dan tetap perlu tabayyun. 

Kalaupun ada yang memfitnah, mengada-ada atau su’udzon sama saya, ya silahkan, monggo kerso panjenengan. Itu masalah anda dengan diri anda sendiri. Saya mah nyantai aja atuh kalau ada orang yang ngomong ini itu, begini begitu dan begono … LoL. Nggak ngaruh kok, dan saya juga paling cengar-cengir kalau mendengar kabar miring, cuma kabar lurus aja yang bakal saya tanggapin. Kalaupun saya perlu informasi atau mendengar sesuatu, pasti akan langsung saya cari sendiri atau saya datangi sumbernya untuk meng-cross check. Kalau mendengarnya dari orang lain ntar sudah beda lagi ceritanya. 

Tabayyun yang berhasil apabila kita mampu mengungkapkan fakta yang bisa dijamin akurasinya dengan analisis yang jernih. Obyektifitas dalam berpikir dan menghadapi suatu fakta akan membangun kearifan, lebih hati-hati dan tidak sembrono alias gegabah dalam bertindak. Kebenaran-kebenaran informasi yang dihasilkan melalui proses yang obyektif, diharapkan juga akan membangun sikap toleran terhadap orang lain, yang sama-sama menjunjung tinggi obyektivitas. Lebih berhati-hati agar kita tidak menuduh seseorang dengan kebodohan kita sendiri dan pada akhirnya akan menjadi penyesalan bagi kita kelak.

Dengan bertabayyun kita tidak akan mudah menerima informasi atau berita yang palsu. Juga bukan berarti kalau kita su’udzon terhadap orang lain. Ketika berita atau informasi telah disampaikan lebih baik kalau kita mem-verifikasi kebenaran berita tersebut melalui beberapa orang yang sekiranya dapat dipercaya dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang dikatakannya atau dari sumbernya sendiri secara langsung. Daripada kita mengira-ira terus, iya nggak ? 

Begitulah arti tabayyun bagi saya. Kalau Pak Ustadz yang menjelaskan, pasti lebih mendetail lagi. Ilmu agama saya masih dangkal bin cethék. Dan saya juga masih terus dan harus belajar. 

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda semua, terutama untuk si pembuat artikel ini … LoL. Lebih baik pintar merasa, daripada merasa pintar. Dan semoga lebih baik lagi untuk kedepannya … Aamiin. 


Thursday 11 February 2016

JANJI

 

Ntar aku kasih hadiah, tunggu aja …
Besok aku pasti datang ke rumahmu, jam 2 siang, … 
Nanti malam aku telpon lagi, beneran deh ! Sumpah !
Datang aja kesini, nanti kita jalan-jalan
Besok aku traktir kamu makan-makan sepuasnya …

Banyak sekali contoh di sekitar kita akan hal ini, mereka yang dengan gampang berjanji lalu dengan gampang pula mengingkarinya, sehingga janji tidak lagi mempunyai makna apa-apa. Kalimat demi kalimat mengalir seperti air, lalu menghilang tak berbekas. Teman, saudara, pacar, tua, muda, pejabat, anggota dewan, politikus dan termasuk yang nulis artikel ini nih … he he he. Semua pasti pernah mengingkari janji, entah itu sekali, dua kali dan ada juga yang menjadikannya sebagai kebiasaan. Yang paling menjengkelkan yang ini nih, kebiasaan ingkar janji.

Dari sudut pandang sosial, apabila seseorang berjanji dan pada implementasinya sering tidak menepati janji, maka hal ini dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan orang lain terhadap diri seseorang. Sehingga dapat dianggap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Bahasa kerennya nih, Pemberi Harapan Palsu alias PHP. Kayak nomor IP Address aja yaa. Dan si tukang PHP ini biasanya enteng banget ngomongnya. Pun ketika dikonfirmasi pasti dia punya sejuta alasan untuk ngelés, sibuk lah, cuaca tidak mendukung, nggak ada duit-lah, inilah, itulah, pokoknya segala macam tampang memelas dan jurus silat lidah keluar semua … LoL. Biasanya nih, janji-janji dilontarkan karena mereka ada maunya alias maksud terselubung. Ada udang dibalik bakwan … He he he.

Yang lebih parah lagi kalau mereka juga menambahkan kata Inshaallah. Ini sering terjadi ketika si tukang PHP ini tidak serius atau hanya sekedar main-main. Sebagai cara untuk pembenaran diri dan mempertahankan argumen. Segala macam sumpah pun tertumpahkan, tidak tanggung-tanggung, kalimat “ Wallahi ” pun ikut terlontar. Di kesempatan ini, mumpung saya masih punya banyak waktu luang, lagi mood menulis dan juga sambil mengingat janji-janji pada keponakan-keponakan saya … he he he. Me-review filosofi Jawa yang sangat terkenal Ajining diri ana ing kedhaling lathi, ajining sarira ana ing busana.

Ajining diri ana ing kedhaling lathi ini diartikan bahwa setiap orang itu dihargai dan dihormati karena lidahnya dalam arti yang lebih luas, bisa menjaga tutur kata, senantiasa berbicara benar, dapat dipercaya dan tidak berlebihan. Tentunya kita tidak bakal mudah percaya dengan omongan orang yang baru kita kenal, apalagi omongan orang yang kita tahu kalau mereka terbiasa bohong alias tukang kibul. Lain ceritanya ketika kita mendengar perkataan orang yang jujur dan setiap tutur katanya baik, maka pastilah kita langsung percaya. Meskipun, sekarang lagi ngetrend kalo orang lebih percaya sama si tukang bohong. Nggak salah sih, karena si tukang bohong dan PHP ini biasanya pandai bermain kata dan memutar balikkan fakta. Lidahnya licin banget, suka minum Oli kali yaa. Pengalaman pribadi nih, sering di PHP-in …

Ada korelasi yang positif antara filosofi Jawa dengan agama. Jika kita tidak bisa berkata baik dan memberi manfaat maka jauh lebih baik bagi kita untuk diam, bukannya malah berbicara yang menghasilkan dosa seperti bergunjing dan mengobral janji. Sesungguhnya yang paling utama bagi kita adalah agar senatiasa mengingat bahwa segala hal dalam diri kita akan dimintai pertanggung jawaban, tak terkecuali lidah, mata, kuping, hati dan yang lainnya. Dan setiap perbuatan itu pasti ada ganjarannya. Lucu aja kalau melihat ada tukang bohong yang sakit hati karena merasa dibohongi. Makanya, ngibul itu jangan dijadikan kebiasaan Cong, bakalan kena batunya dah.

Berbeda dengan Ajining sarira ana ing busana, kalimat ini memiliki perspektif yang berbeda. Dimana untuk filosofi yang kedua ini jauh lebih menonjol pencitraan diri yang bersifat fisik dan duniawi. Ajining sarira ana ing busana diartikan bahwa setiap orang dihargai dan dihormati dari penampilan atau atributnya. Busana disini bisa diartikan secara harfiah maupun turunannya. Secara harfiah diartikan baju atau pakaian dan secara turunan dapat diartikan juga sebagai atribut atau pangkat jabatannya. Itu kan dulu, iya nggak ?

Kalau kita melihat dari perspektif duniawi, sudah sangat jelas-lah. Di belahan dunia manapun orang yang berpakain necis, trendy, elegan dan berkelas langsung pertama kali dilihat orang meskipun sebenarnya dia hanyalah seorang penipu. Selayaknya pejabat yang sangat disegani padahal dia hanyalah seorang tukang obral janji. Jadi cenderung membuat kita tertipu dengan penampilan, tanpa melihat ke isinya yang lebih dalam. Hal ini tentu saja terbalik dengan kenyataan bahwa harga manusia di mata ALLAH, SWT adalah dilihat dari kualitas ketaqwaannya. Harkat dan derajat penerimaan terhadap diri kita yang sebenarnya bukanlah karena atribut, baju ataupun kedudukan kita, melainkan apa yang ada didalam diri kita yaitu, perilaku, jiwa dan hati kita.

Seringkali kita mendengar pepatah janji adalah hutang atau dengan kata lain ketika kita sedang membuat janji dengan seseorang maka sebisa mungkin harus bisa ditepati. Asal bukan janji untuk berbuat maksiat aja yaakk seperti nyuri mangga tetangga … he he he. Karena hutang memang harus dibayar. Jika kita sering mengingkari janji akan membuat kita tidak akan dipercayai orang lain. Tapi bila memang benar-benar tidak bisa menepati janji sebaiknya sesegera mungkin berterus terang dan meminta maaf kepada orang yang sudah janjian dengan kita. Jangan sampai membuat orang lain menunggu karena bisa saja mereka menyempatkan waktu untuk kita, sementara kita mengingkarinya begitu saja tanpa pemberitahuan. Menunggu sampai bertahun-tahun … pilu, Hiks. Memang berat sih, karena tidak semua orang bisa menerima alasan kita. Atau justru malah kita yang dianggap tidak menepati janji dan suka PHP-in orang. Janjimu palsu, gombal mukidi

Mudah-mudahan kita bukan termasuk seseorang yang suka mengobral janji, karena janji yang tidak ditepati adalah sebuah hutang yang harus dipertanggung jawabkan di hari akhir nanti. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik. Menjaga lisan dan hati kita, jangan sampai kita terjebak dengan gemerlapnya di dunia karena kemeriahan dunia hanyalah semu. Tidak ada manusia yang bisa menjadi super hero, yang bisa melakukan apapun. Tidak perlu memiliki ribuan janji, cukup satu janji tapi berusaha mewujudkannya dengan sempurna. 

Mohon ma’af bila ada yang tersinggung atau tersakiti dengan tulisan saya yang apa adanya ini. Hanya orang yang suka mengemukakan opini dalam bentuk tulisan. Sebagai manusia masih terus memperbaiki kualitas diri. Kalau saya punya janji dengan Anda, tagih aja yaak. Tapi kalau Anda yang berjanji, nggak usah takut, saya bukan debt collector janji kok … LoL. 

Semoga ALLAH melimpahkan hidayah-NYA pada kita semua … Aamiin.



Wednesday 10 February 2016

PUPUS


Kalau mendengar kata pupus, pasti semua pada berpikir, patah hati atau putus cinta. Nggak salah sih karena mencakup soal itu juga … he he he. Tapi sebenarnya definisi kata pupus itu banyak dan tidak melulu soal cinta. Pupus juga bukan berarti putus asa. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pupus itu berarti apa yang habis sama sekali, hilang lenyap, punah ( harapan). Memupuskan berarti menghilangkan, menghapuskan atau memusnahkan. Nah, dari arti kata tersebut pupus adalah hilangnya atau musnahnya harapan kita terhadap sesuatu karena ada satu hal. Sesuatu yang sudah sangat sulit untuk diperjuangkan atau jalannya sudah buntu. Biar kita jungkir balik, koprol, hasilnya tetap nihil.

Kata pupus sendiri berasal dari Bahasa Jawa, memiliki pengertian, definisi, maksud atau makna menyerah kepada nasib alias mengikhlaskan. Agak sedikit berbeda dengan Kamus Bahasa Indonesia, pupus juga berarti daun muda yang sedang tumbuh atau pucuk daun. Dan kata pupus dalam bahasa Jawa ini hanya gunakan dalam arti positif atau tidak berkonotasi negatif. Jadi ada perbedaan besar antara pupus harapan dan putus asa, meskipun sepintas kata-kata itu bermakna sama, pupus harapan idem ditto dengan pupus asa atau sama dengan putus asa. Kalau menurut saya nih, putus asa itu sudah hilang harapan, apapun yang dilakukan sia-sia aja dan tidak ada gunanya. Biasanya orang kalau sudah putus asa, mereka tidak mau lagi berusaha atau berjuang karena ibarat dido’akan pun juga sudah tidak mempan. Dalam arti kata singkatnya, putus asa juga berarti hilangnya batas kesabaran alias menyerah kalah.

Lain halnya dengan kata pupus. Dalam filosofi Jawa, memupus berarti mengikhlaskan sesuatu yang hilang tanpa kehilangan kesabaran dan harapan. Kehilangan disini bisa berarti harta, benda, keluarga yang meninggal, merasakan sakit atau menghadapi sesuatu yang tidak berkesudahan. Yo wis lah, dipupus wae. Intinya, memupus tanpa rasa dendam dan tetap ber-khusnudzon pada Sang Pencipta dengan apa yang menimpa kita. Merelakan kenyataan dan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Menurut pak Ustadz nih, tetap sabar dan tawakal.

Sebenarnya ketika kita memupus apa yang telah kita alami dan kita rasakan, kita telah di berikan ilmu untuk meraih sesuatu itu kembali alias ada gantinya. Meskipun, jujur nih, memupus itu sakit juga lho … LoL. Wajarlah karena melibatkan perasaan, from the deep of the heart … hiks. Apalagi bila seseorang itu sudah terlalu banyak mengalami ujian dalam hidupnya, sudah badannya sakit, hatinya disakiti pula. Kalau Allah, SWT yang menguji, mungkin kita akan memperbanyak do’a dan semakin tekun beribadah. Tapi kalau manusia yang menguji, pasti nya tidak bakalan ada yang mau, mendingan ngacir dahh, kayak anak sekolah aja pakai ujian … He he he. 

Hayo ngaku … pasti nih semuanya pada pernah menguji atau istilah gaulnya nge-test. Apalagi anak remaja jaman sekarang nih, kekanak-kanakan tapi gayanya sok bijak. Kalau sedang mencari karyawan mah sudah sewajarnya atuh, memang perlu dites ini itu. Yang agak aneh kalau orang tersebut sedang mencari teman, partner kerja, pacar, suami atau istri. Dan yang biasanya diuji itu kesabaran, kesetiaan, kejujuran dan ketulusan. Bener nggak nih ? Layak nggak ? Pantas nggak ? Hmm, kalau masih dalam batas kewajaran, mungkin bisa diterima ya. Tapi kalau sudah sangat keterlaluan, ini nih yang jadi masalah. Ibaratnya, hari ini menginjak kerikil tajam, besok menginjak kulit durian dan besoknya lagi menginjak paku berkarat ... mana tahaaaan. Manusia dengan kesabaran extra tinggi pun sudah pasti berpikir balik dan memupus. Ya, sudahlah, mungkin memang benar kita tidak layak, tidak pantas dan ada manusia lain yang lebih pantas buat mereka. Jadi ya, ikhlaskan aja.

Jujur, sebagai manusia kita tidak punya hak untuk menguji seseorang, apalagi dalam hal reputasinya. Tidak perlu melakukan ini itu, mesti begini atau begitu. Dengan sendirinya alam-lah yang akan menguji sejauh mana kebenarannya. Kalau kita pada akhirnya tahu kalau orang itu benar-benar tidak baik, kan tinggal dipupus aja, iya nggak ? Anggap saja semua kejadian yang menimpa kita adalah peringatan dari ALLAH, SWT.

Memang sih, memupus perasaan itu tidak semudah apa yang dikatakan para motivator … he he he. Kalau mereka sendiri tidak mengalaminya, pasti mereka tidak bisa merasakan bagaimana rasanya. Bicara mah gampang, yang menjalani tuh yang susah. Tapi banyak hikmah yang kita petik di dunia yang ramai dan penuh warna ini. Yang baik-baik tetap diingat dan yang jelek-jelek, dipupus aja yaa. Karena yang namanya pupus itu lama kelamaan akan menjadi daun, berkembang, menguning, layu dan kemudian rontok. Tapi pupus akan terus tumbuh, sama seperti harapan kita selama kita masih bernapas.

A note to remember, just for my self. Mohon ma’af bila ada kata-kata dan tulisan yang kurang berkenan. Hanya manusia biasa yang masih terus belajar di universitas kehidupan. Diambil yang baik-baik aja menurut panjenengan … Sumonggo.


Friday 5 February 2016

SOLO, THE SPIRIT OF JAVA

 

Kali ini saya akan menulis sedikit tentang Solo karena saya lahir di Solo dan leluhur saya asli dari sini. Memang sih masa kecil dan masa remaja saya tinggal di beberapa kota di Jawa, ngikutin orangtua on duties. Nikmat dan karunia ALLAH, SWT yang selalu saya syukuri karena bisa mengenal budaya, bahasa, adat dan makanannya. Makanya saya familiar banget dengan kota Jogja, Blora, Semarang, Pemalang, Tegal, Brebes dan Pekalongan. Tidak bakalan kesasar deh kalau pergi kesana, blusak-blusuk dan semua sudut sudah saya jelajahi. Yang setiap kota itu ada cerita dan kenangan tersendiri, kenangan konyol masa kecil maksudnya … he he he.

Meskipun Solo ada di dalam buku panduan kota yang harus dikunjungi oleh wisatawan, tidak sedikit yang “ gagal paham “ tentang Solo. Karena kota kecil, banyak yang mengira kalau Solo itu kuno, tidak punya fasilitas canggih dan tidak ada Mall. Soalnya, ada yang nulis kayak gitu tuh. Mungkin tidak pernah googling dan nonton TV kali yaa … he he he. Mentang-mentang ada pelarangan mendirikan Mall, dikiranya Solo tidak punya Mall. Cerdas dikit dong, yang bikin aturan siapa, yang melanggar juga siapa. Ada yang bilang ini itu, ngeluh ini itu, mahal banget dan lain-lain. Biasanya sih yang kayak gitu bermasalahnya sama si Abang-abang becak. Ada juga yang bilang, di Solo apa-apa mahal. Itu berarti anda adalah backpackers kikir yang gagal sebagai turis lokal … LoL. Karena biaya hidup di Solo itu paling murah bila dibandingkan dengan Jakarta ataupun kota besar lainnya. Di Solo bawa uang Rp.5000 bisa mendapatkan sepiring nasi dengan lauk plus teh manis hangat. Cuma nasib yang kurang beruntung aja kali yaa, kesasar di tempat mahal. Malu bertanya, ya jangan bertanya ... eh, sesat dijalan.

Solo adalah wilayah otonomi dengan status kotamadya di bawah provinsi Jawa Tengah. Dengan letak geografis diantara tiga gunung, Gunung Lawu, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Ditambah Sungai Bengawan Solo yang mengalir di tepi kota membuat Solo menjadi menjadi pusat perdagangan dengan tanah yang subur. Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri dan Sragen termasuk wilayah eks Karesidenan Surakarta ( Residentie Soerakarta ). Jumlah penduduk kota Solo perbandingannya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Ada sisa 4 bagi yang ingin mendua … he he he. Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/ km₂ ( angka kepadatan penduduk Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km₂ ). Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia. 

Surakarta Hadiningrat, kendati aslinya bernama Sala ( memakai huruf a ) namun dalam perkembangannya berubah dan lebih akrab disebut Solo ( pakai huruf o ). Ini terjadi terjadi karena kesalahan orang Belanda dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Kata mbah Putri saya, ilaté ora iso bengkong alias lidahnya tidak bisa bengkok … LoL. Sejak saat itu tidak hanya orang asing saja, akan tetapi masyarakat Indonesia pun menyebut dengan Solo. Penyebutan ini terasa lebih mudah dilafalkan, dicerna dan memiliki makna yang khas dibanding nama resminya. 

Nama Surakarta Hadiningrat menjadi seperti kalah pamor dibanding Solo karena sikap sang pemberi nama, Sri Susuhunan Paku Buwono II. Surakarta Hadiningrat dianggap mencerminkan watak kekuasaan, kapitalis-kolonial, sementara Solo mencerminkan semangat kerakyatan ( mengakar sebagaimana asal namanya dari pohon Sala ) dan memberi keteduhan, ngayomi pada rakyat. Bagi orang Solo, persoalan nama tersebut bukanlah suatu masalah yang berarti. Persoalan itu hanya muncul dikalangan intelektual akademis saja. Biarin aja dah, mereka pada berdebat sendiri. Faktanya, di dunia usaha nama Solo lebih menjual dan lebih disukai. Selain itu, Solo juga memiliki beberapa julukan diantaranya Kota Batik, Kota Perdagangan, Kota Budaya, Kota Kuliner dan kota yang tak pernah tidur, The city never sleep alias Texas-nya Indonesia. 

Penduduk Surakarta biasa disebut Wong Solo dan istilah Putri Solo adalah sebutan khas bagi para gadis. Sejak dulu terkenal lemah lembut perangainya, bertutur kata halus dan menjunjung tinggi tata krama. Karena pengaruh dari Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan, penduduk Solo rata-rata ramah dan bersikap layaknya priyayi, Tapi, jangan salah sangka, bertutur kata halus bukan berarti tidak galak dan tidak bisa teriak lho yaa … LoL. Karena itulah, tidak sedikit yang mengaku berasal dari Solo, padahal tidak. Maksudnya biar dikira keturunan bangsawan gitu loh. Biasanya nih, dari tutur kata dan perbuatannya sudah bisa ditebak, mana yang benar-benar priyayi dan mana yang abal-abal. Dengan adanya pengaruh dari dua kerajaan itu Kota Solo budaya Jawa-nya masih kental dan terjaga. Meskipun, sayangnya nih, sekarang sudah mulai tergerus kemajuan jaman. 

Selain dihuni oleh Suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Solo. Perkampungan Arab menempati tiga wilayah yaitu Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu. Sementara itu perkampungan Tionghoa banyak terfokus di wilayah Balong, Coyudan, dan Keprabon. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan kelenteng dan tempat ibadah di wilayah itu. Karena semakin padat, banyak juga keturunan Arab dan Tionghoa yang menempati perkampungan lain. Selain Arab dan Tionghoa, ada juga keturunan India-Pakistan, juga warga asing dari Eropa. Tidak heran kalau di Solo banyak keturunan campuran Arab-Jawa, Cina-Jawa, Eropa-Jawa. Bahasa yang digunakan pun ada tiga, bahasa ibu ( asal ), bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Yang terakhir ini nih, yang sering bikin wisatawan lokal pada bengong karena bahasa Jawa mereka medok dan halus banget.

Kebanyakan warga Solo adalah pelaku bisnis di bidang kuliner, batik, barang antik, tehnologi informasi dan furnitur. Pusat bisnis kota Solo terletak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan terletak di sepanjang jalan protokol ini. Khusus pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi ditutup bagi kendaraan bermotor karena digunakan sebagai ajang Solo Car Free Day dan juga ajang kuliner. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik ada di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer menjadi salah satu pusat perdagangan batik terbesar di Indonesia. Pusat batik lainnya ada di Beteng Trade Center ( BTC ) dan Pusat Grosir Solo ( PGS ). Bagi yang suka nge-Mall, dan hobi nonton di XXI, ada beberapa Mall modern seperti Solo Square, Solo Grand Mall ( SGM ), Solo Paragon dan Singosaren Plasa. Kalau ingin yang agak jauh ke pinggir kota, ada Hartono Mall dan The Park Mall. Dan satu lagi swalayan, yang menurut saya nih, harganya paling murah se-Indonesia, Luwes group ( Ratu Luwes, Sami Luwes, Luwes Sangkrah, Luwes Gading, Luwes Nusukan, Luwes Mojosongo, Luwes Palur ). 

Kalau soal kuliner, makanan 24 jam tersaji nonstop. Mulai dari makanan tradisional, western, fast food, sea food, Chinese food, middle-east food, semua ada. Tidak seperti di Jogja yang rata-rata taste-nya manis atau daerah Jawa Timur yang rata-rata asin, di Solo makanannya berada ditengah-tengah, tidak manis, tidak asin dan juga tidak pedas. Asal tahu aja, makanan di Solo itu mengenal pakem alias jam saji. Makanan yang keluar di siang atau pagi hari, tidak bakalan Anda temui di malam hari. Makanan yang biasa ditemui di pagi hari biasanya nasi liwet, soto kuali, bubur lemu, pecel ndeso, cabuk rambak, ketan bubuk juruh, lenjongan. Yang tersaji di tengah hari biasanya bakmi thoprak, selat solo, timlo, bakso, sup matahari, thenkleng, sate buntel, tongseng, sate kambing dan es puter tradisional. Kalau malam hari ada soto kuali dan nasi liwet juga, gudeg ceker, bakmi jawa, wedang dongo, wedang asle, wedang ronde, wedang kacang dan yang paling beken nih, HIK alias hidangan istimewa kampung. Kalau di daerah lain, HIK biasanya disebut angkringan. Dijaman Ibu saya, dulu HIK itu dipikul dan penjualnya keliling kampung, tapi sekarang tidak. Kebanyakan HIK sudah menetap di suatu tempat. Dan di Solo, disetiap sudut ada warung HIK. Tinggal pilih aja, mau yang dipinggir jalan atau HIK yang sudah bersolek seperti resto. Umumnya menyajikan berbagai makanan kampung seperti nasi kucing, nasi oseng, aneka sate tusuk, wedang jahe gepuk, wedang uwuh, teh oplosan, wedang susu jahe, kopi tubruk. Yang jelas jumlah makanan yang tersaji biasanya lebih dari 20 jenis.

Bagi yang doyan ngemil, banyak toko-toko kue yang menyajikan snack khas Solo dan tentunya tidak bakalan ditemui di daerah lain seperti roti kecik, roti pongge, serabi notosuman, intip goreng, pia balong, serundeng, brem dan ampyang. Umumnya took-toko kue di Solo adalah pemain lama alias sudah ada sejak jaman Kolonial Belanda dan masih tetap exist sampai sekarang. Sebut saja toko roti Orion yang terkenal dengan kue Mandarijn-nya, Roti Ganeps dengan roti kecik-nya, Primadona dengan kue bangket-nya, Merani dengan roti semir-nya. 

Mengenai transportasi dan penginapan di Solo, ada Internatioanal Airport, Stasiun Kereta Api dan Terminal Bis. Angkot, Batik Solo Trans ( BST ) dan Taksi juga banyak yang beroperasi. Untuk taksi, lebih cepat datang kalau kita tahu nomor panggilannya. Bukan karena armadanya sedikit, tapi banyak yang menggunakannya alias full booking. Hotel mulai dari bintang lima sampai homestay dengan tarif yang murah pada bertaburan, soal harganya, saya tidak tahu pasti karena saya bukan petugas pariwisata … he he he. Bisa di klik di internet dengan mudah dan tinggal pesan aja.

Begitulah sekelumit kisah tentang Solo. Masih banyak yang belum saya tulis, terutama tentang tradisi. Lain kali aja ya, capek nih tangannya … he he he. Semoga tulisan ini bermanfaat terutama bagi Mas, Mbak dan Adik-adik yang hobi travelling dan doyan makan. Bagi yang belum pernah datang ke Solo, monggo katuran pinarak … 




Thursday 4 February 2016

FREAK & OVERACT


John, kau bagai gelombang
Kudiam kau datang
Kukejar kau hilang

John, kejamnya hatimu
Kudiam kau benci
Kusapa kau benci

Engkau seganas gelombang bila kuabaikan dirimu
Engkau menyakitkan hati bila kuharapkan dirimu

Penggalan lirik lagu jadul yang dinyanyikan Arie Koesmiran ini pasti tidak familiar ditelinga anak-anak jaman sekarang. Kalau di jaman ABG … Angkatan Babe Gue, ngetop banget tuh. Perilaku aneh bagi orang yang sedang dimabuk cinta. Gimana nggak aneh, katanya suka kok mengingkari, cinta tapi kok malah menghindar. Bahasa gaul-nya lebay … lebay … lebay, maunya opo seh … he he he. Tapi bisa dimaklumi juga karena biasanya orang yang sedang kasmaran tuh sering bertingkah aneh alias konyol, termasuk saya …. LoL.

Tapi kali ini, topik yang saya tulis bukan kisah saling kejar antara dua insan yang sedang dilanda cinta lho yaa, melainkan tingkah laku manusia yang saya anggap aneh dan berlebihan. Mungkin bukan saya aja, tapi juga bagi Anda semua. Seringkali kita menjumpai orang di sekitar kita entah itu teman, saudara, tetangga, pacar dan lain-lain, tiba-tiba bersikap aneh di depan kita. Kita mungkin merasakan situasi aneh tersebut tapi tidak mengerti kenapa ? Tiba-tiba marah, menghindar dan mendiamkan kita berabad-abad tanpa sebab. Sikap mereka terlihat berlebihan dan dramatis banget. Sekarang begini, besoknya begitu, besoknya lagi begono. Orang yang tuna wicara aja kepengen bisa ngomong, yang bisa ngomong malah membisu. Kalau ada sebabnya, misalnya pernah tersakiti atau tersinggung, mungkin orang lain menganggapnya wajar. Tapi kalau tidak, itu perilaku aneh atau ada gangguan kepribadian ?

Apa yang terlintas dalam pikiran anda jika mendengar kata “ gangguan kepribadian ” ? Mungkin sebagian dari anda menganggap bahwa gangguan kepribadian sama dengan gangguan jiwa alias gila. Nggak sama kok, tapi kalau sakit jiwa sih, kayaknya iya. Oops, just kidding … he he he. Gangguan kepribadian itu perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain dengan kaku. Kekakuan itu-lah yang menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri, mempersulit orang lain yang ingin berinteraksi dengan mereka. Terlalu berlebihan dalam bertindak dan mengambil sikap, terutama dalam mengatasi masalah. 

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Yang namanya makhluk hidup, pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Simbiosis mutualisme antara manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia harus ada keseimbangan antara Hablumminallah dan Hablumminannas. Sifat dan perilaku seseorang biasanya dipengaruhi oleh pola asuh dari orangtua, lingkungan dan sikap masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Perilaku setiap orang pastilah berbeda-beda, tidak ada yang sama. Bahkan dalam satu rumah, satu saudara kandung pun punya perilaku yang berbeda. 

Kita mungkin sering melihat banyak orang dengan atribut keagamaan, pendidikan yang tinggi atau juga berwajah rupawan. Tapi dalam kesehariannya berperilaku tidak menarik, misalnya sombong, mudah marah, suka berkata-kata kasar, suka mengumpat, menyindir, menghina dan suka mencela. Tampilan fisik yang rupawan tidak akan menarik jika tidak disertai dengan perilaku yang baik. Apalagi kalau mereka sering bermuka masam dan tidak pernah tersenyum, sekalinya mau bicara, nadanya menyakitkan hati, centha-centhe, nylekit banget …. Huuaaahhh. Orang jadi takut kalau bertemu dengan manusia seperti itu. 

Tentu, setiap orang pasti ingin mendapatkan kesan atau image yang baik karena itu adalah fitrah sebagai manusia. Ada dua sudut pandang mengenai diri manusia. Yang pertama adalah sudut pandang dari diri kita sendiri dan sudut pandang dari orang lain. Bagaimana orang lain memandang kita atau siapakah kita menurut pandangan orang lain. Masing-masing mempunyai penilaian tersendiri. Ada yang menganggap dirinya super baik dan ada juga yang menganggap bahwa dirinya paling benar. Tetapi kok tidak ada ya, yang menganggap bahwa dirinya sendiri itu aneh, sombong, angkuh, galak, bermulut tajam, suka mencela, kejam, sadis, ratu tega atau raja tega. Yang ada adalah orang lain yang memandang mereka seperti itu.

Bertingkah berlebihan bukan hanya berlaku bagi orang yang ceriwis, suka ketawa ngakak, suka bergosip tapi juga dalam sikap yang lain. Orang yang berperilaku aneh itu biasanya pendiam, introvert, narsis, tidak suka dikritik, tidak mudah percaya, suka meremehkan, selalu menjaga jarak dengan orang lain karena merasa dirinya yang paling hebat dan paling pintar. Umumnya mereka juga diam-diam gila pujian, tidak suka memperhatikan orang lain tapi selalu menuntut orang lain agar memperhatikan, mengerti dan memahami mereka. Dan biasanya nih, mereka juga seorang pendendam. Nah lo, yang terakhir ini nih, yang paling serem. 

Pepatah mengatakan “ Dengan siapa kamu berteman, seperti itulah adanya dirimu “. Dalam hal ini ketika seseorang bergaul dengan teman–temannya, maka dia pun akan melihat bagaimana perilaku teman–temannya itu. Langsung bisa terlihat kalau orang itu berperilaku wajar, buruk, baik atau berperilaku aneh apabila berkelompok. Seseorang bisa saja merubah atau bahkan berubah perilakunya karena faktor tersebut. Bisa jadi dia menemukan kecocokan dengan pertemanannya itu atau sebaliknya, merasa tidak ada kecocokan dengan mereka. Kalau bersama habitatnya mereka terbuka luar dalam, nerocos kiri kanan tapi kalau bukan dengan habitatnya, mereka menjadi orang yang irit bicara dan menjaga jarak. Sesama lebay dilarang saling mendahului … LoL.

Orang dengan perilaku yang wajar pasti jalan pikirannya sehat. Mampu berpikir dengan jelas, bisa menerima kritikan, tidak mudah su’udzon atau berprasangka jelek, mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidup, menikmati hubungan baik dengan teman-teman, rekan kerja, keluarga dan merasa nyaman secara spiritual serta membawa kebahagiaan bagi orang lain. Sehat mind, body and soul. Itu tidak berlaku bagi manusia dengan perilaku aneh, mereka susah sekali berinteraksi dengan orang lain. Perilaku mereka yang aneh pastinya akan susah diterima oleh kebanyakan orang. Kesan pertama sepertinya baik, karena mereka memberi label dirinya sendiri kalau mereka adalah orang yang super baik. Tapi lama kelamaan menjadi terlihat aneh dan berlebihan. Kalau mereka sudah mempercayai orang, biar itu maling atau rampok pun mereka percaya. Tapi sebaliknya, kalau sudah membenci orang, meskipun orang itu baiknya melebihi dermawan, mereka akan membenci sampai seakar-akarnya dan sedalam-dalamnya. Kata pak Ustadz, orang dengan perilaku seperti itu ibaratnya mata dan telinganya dikencingi setan. Wiiihh … ekstrem banget yaa ... Na’udzubillahi min dzalik.

Saya sendiri sering banget bertemu dengan manusia berperilaku aneh seperti itu. Sebenarnya sih sangat sepele masalahnya, hanya soal pesan alias sms. Saat kita mengirim sms atau email, meskipun tidak segera, pastilah ingin mendapat balasan dan bukan hanya di-read aja, apalagi kalau isi pesan itu penting. Manusia dengan perilaku aneh pasti akan ngelés kalau kita mengkonfirmasi mengapa dia tidak membalas. Dengan alasan sibuk-lah, tidak ada waktu, tidak tahu kalau ada pesan masuk, sms kita tidak terkirim, hp sedang dimatikan, inilah, itulah, seribu satu alasan selalu digunakan. Sekali, dua kali atau tiga kali kita mungkin bisa memaklumi, tapi kalau selalu seperti itu ? Orang yang masih punya otak waras dan punya perasaan pasti mengira kalau memang ada yang tidak beres dengan perilaku mereka. Apalagi bila kita tahu kalau mereka itu pengidap Autis, ituu manusia yang tidak bisa lepas dari handphone … LoL. Saat orang lain sibuk menyimak ceramah, mereka malah asyik sendiri dengan gadget-nya. Jadi, alasan mereka yang sibuk 360 jam itu terlihat mengada-ada dan berlebihan. Bagaimana tidak, handphone tidak pernah lepas dari tangan dan penglihatan kok bilangnya tidak tahu atau sibuk, dibaca tapi kok dibilang tidak terkirim, aneh kan ? Yang lebih lucu lagi kalau orang lain melakukan hal yang sama terhadap dirinya, mereka ngamuk-ngamuk tidak karuan. 

Secara pribadi, saya sih bisa memaklumi manusia dengan perilaku seperti itu. Di belahan dunia manapun tidak bakalan ada orang yang mempunyai sifat yang sama, meskipun perasaan saya agak gimana lah ... Baper dikit. Dipupus aja, mungkin bagi mereka kita bukan orang penting, bukan apa-apa, bukan siapa-siapa dan tidak selevel dengan mereka. Jadi mereka juga tidak perlu membalas atau mempedulikan pesan kita. Kalau soal diremehkan orang, saya sih sudah biasa. Sadar diri gitu loh, saya mah apa atuh … hiks. Hal-hal yang tidak bisa saya terima adalah kalau saya diberi amanah oleh orang lain untuk menyampaikan pesan itu, otomatis si pemberi amanah akan mengira kalau saya tidak menyampaikan pesannya. Jadinya kanan kiri, depan belakang, maju kena, mundur kena … Hadeehhh. 

Jujur, mungkin tidak sedikit orang yang menganggap saya manusia aneh, ngaku nih … he he he. Ada juga yang mengatakan kalau saya banyak tingkah, berlebihan, dramatis atau apalah. Yaah tidak apa-apa, saya terima dengan ikhlas kok, penilaian dan penghakiman mereka. Saya menyadari pasti ada yang merasa tersakiti, entah itu lewat kata-kata, tulisan atau perbuatan, sengaja atau tidak sengaja, terlihat atau tidak terlihat ( mohon ma’af lahir batin … ), meskipun saya mengemukakannya dengan jujur. Saya juga tahu kalau tidak semua orang itu bisa menerima kejujuran saya. Kalau saya memilih diam, bukan berarti sudah tidak peduli atau tidak mau bicara. Saya hanya tidak mau salah-salah ngomong lagi. Begini salah, begitu salah, karena pada akhirnya saya juga yang bakalan tersakiti. Atau mungkin saja saya benar-benar punya perilaku aneh, tapi nggak sakit jiwa lho yaa … LoL. Sebagai manusia, kita semua jauh dari kata kesempurnaan, banyak melakukan kebodohan dan sering khilaf. Kritikan dari orang lain saya anggap sebagai sarana untuk koreksi diri untuk perbaikan ke depannya.

Tidak bermaksud untuk menyinggung atau menghakimi orang lain. Self reminder untuk diri saya sendiri seandainya saya lupa. Semoga ALLAH, SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya pada kita semua …. Aamiin. 
Sedoyo kalepatan nyuwun agenging pangapunten. 



Aku tidak sebaik yang kau katakan
Dan tidak seburuk yang kau kira

~ KAHLIL GIBRAN ~