Sekitar
sepuluh tahun yang lalu, saya menemukan buku tentang penyakit ini secara tidak
sengaja. Berada di tumpukan buku-buku peninggalan almarhum mbah Kakung saya. Karena
nggak begitu ngeh, buku ini saya
taruh begitu saja. Meskipun sudah mangkak alias usang dan masih memakai ejaan lama, tapi
kertasnya masih bagus. Sempat dipinjam teman saya berbulan-bulan untuk
menyelesaikan tugas akhirnya di dunia medis.
Buku itu
saya minta kembali saat hipertiroid saya kumat. Namanya juga manusia, baru ngeh kalau udah ketatalan alias kepentok …. He he he. Sayangnya setelah
dikembalikan dan ngendon seminggu di
rumah nenek, buku itu dimakan rayap. Sudah pasti saya diketawain teman-teman
saya, disukur-sukurin terus …. LoL. Kata ibu saya, buku itu milik saudara
laki-laki mbah Kakung saat kuliah di NIAS ( Nederlandsch Indische Artsen School ),Surabaya.Buku karangan seorang Profesor yang berasal dari Sumatra Utara, cetakan tahun 1930.
Dalam
buku itu dijelaskan berbagai macam penyakit, tanda-tandanya, sekaligus dengan
terapi dan penanggulangannya. Untung saja ulasan tentang Hipertiroid ini berada
di paruh buku bagian belakang dan tidak ikut termakan rayap, jadi masih bisa
dibaca. Dalam buku itu disebutkan, penyakit Basedow atau Morbus Basedowi, alias
Hipertiroid. Mungkin ini nama bekennya di jaman dulu, ya.
Yang saya
perhatikan di paragraf kedua,” Djangan sekali-kali mentjoba mengobati orang
sakit Morboes Basedowi, serahkan pengobatan orang-orang ini kepada Dokter.
Biarpoen pengobatannja amat moedah sekali kelihatannya ”.
Nah, lo.
Padahal iklan pengobatan herbal untuk hipertiroid banyak banget tuh. Bukan
hanya itu saja, satu obat bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Dan nggak
sedikit, penderita Hipertiroid yang tergiur. Saya juga sering ditawari obat
ini-itu yang katanya manjur, tapi nggak lah, soalnya mahal sih …. He he he.
Lebih mahal daripada obat yang diberikan Dokter.
Namanya
juga pedagang, setiap iklan kecap selalu bilang kecapnya nomor 1. Begitu pula
iklan obat, apalagi herbal. Kalau anda bertanya ke saya, pasti saya bilang
jangan percaya. Seandainya belum mantap dengan satu Dokter, sebagai pasien anda
memiliki hak untuk second opinion ke Dokter
yang lain.
Lebih
baik melakukan pemeriksaan atau pengobatan yang sudah terbukti secara medis. Menjadi
seorang Dokter itu susah lho, perlu waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak
sedikit. Dan tidak bisa asal-asalan menganalisa penyakit. Sebagian besar herbal
kandungannya belum terbukti secara klinis. Kata Profesor, sekarang banyak orang
yang menjadi Terkun … dokter dukun … he he he. Tapi kalau Anda percaya dan mantap
ingin menggunakan obat herbal, ya monggo kerso panjenengan.
Saya
sering banget tanya sana-sini ke ahlinya, googling dan juga sharing dengan
sesama penderita hipertiroid. Dan jawabannya rata-rata sama, penyakit yang satu
ini gampang-gampang susah, nyebelin dan bikin capek. Saya juga tidak pernah
mengira kalau akan kumat lagi, setelah kurang lebih hampir lima tahun. Menjalani terapi
selama bertahun-tahun itu secara fisik dan mental cukup melelahkan, mungkin
bukan cuma saya tapi juga penderita Hipertiroid lainnya. Tidak sedikit yang
mencari jalan pintas karena sudah hilang kesabaran. Pernah sih, ngikutin
anjuran orang untuk minum air kelapa setiap pagi, alasannya bisa menghilangkan
racun di dalam tubuh. Alih-alih racunnya hilang, yang ada malah badan seperti
udang mabuk. Minum ramuan daun sirsak malah sering BAB dan denyut jantung
meningkat. Mungkin ada juga yang cocok dengan ramuan-ramuan seperti itu, setiap
orang kan punya daya tahan tubuh yang tidak sama. Jadi kalau yang satu cocok,
belum tentu cocok juga untuk yang lainnya.
Selama
ini tindakan medis yang paling sering dilakukan untuk mengobati penyakit yang
timbul akibat kelainan kelenjar tiroid adalah pembedahan, pemberian sinar
radioaktif pada kelenjar tiroid, dan terapi sulih hormon. Namun semua tindakan
medis itu tidak bisa selesai seketika. Suatu saat penyakit itu bisa timbul
lagi, sehingga pengobatan harus dilakukan secara berkala. Terkadang orang yang
sudah berobat banyak bertanya-tanya kenapa disuruh bolak-balik ke dokter? Karena Hipertiroid adalah penyakit yang
disebabkan kelainan dalam tubuh.
Banyak
resiko yang dihadapi saat menjalani pengobatan. Yang penting, jangan sampai
terburu-buru menentukan tindakan karena setiap Dokter berbeda-beda cara
menanganinya. Kalau yang suka jalan pintas, pasti menyarankan pembedahan. Yang
suka melakukan teknik ablasi, pasti menyarankan pasien dengan terapi yodium
radioaktif. Padahal kedua terapi itu resikonya sangat tinggi, bukan pada saat
menjalankan tindakannya, tapi dampak setelah melakukan terapi itu. Ada yang tergantung
kalsium seumur hidupnya, kaki dan tangan tidak bisa digerakkan setelah
menjalani operasi. Nggak deh, jangan sampai …… semoga saya tidak seperti itu.
Saya
sendiri mendapatkan terapi yang aman, nyaman, mudah dan murah yaitu terapi fisik
dan Obat Anti-Tiroid alias OAT. Namun OAT memiliki kekurangan seperti adanya
risiko untuk resistensi yaitu obat sudah tidak ampuh lagi menurunkan kadar
hormon tiroid, sehingga angka kekambuhan pada penderita yang menggunakan OAT
ini cukup tinggi. Tapi saya termasuk memecahkan rekor juga, karena banyak
penderita lain ( Dokter yang berbeda ) kambuh lagi setelah setahun atau dua
tahun berhenti terapi. Selama hampir lima tahun, saya baik-baik aja, nggak pernah
terkena serangan ” panik mendadak “ lagi. Ada hal-hal yang saya perhatikan
selama beberapa minggu sebelum KO alias kumat, seperti rasa haus yang ekstrim, intoleransi
panas, otot dan tulang ngilu dari leher sampai kaki, kuku dan rambut cepat panjang.
Memang
sih, gejala-gejalanya tidak sebanyak dahulu ( terkadang juga tanpa gejala ) tapi
saat kambuh terasa lebih berat dan menyiksa. Profesor yang dulu merawat saya
pun sampai merujuk ke sub bagian Endokrinologi, karena beliau sub bagian
Rheumatologis. Kata Dokter, penyebabnya kambuhnya hipertiroid pada umumnya
adalah kelelahan yang ekstrem, satu hal yang sering diabaikan. Apalagi kalau
ditambah dengan stress, lebih cepat lagi tuh. Otomatis, kalau pikiran dan fisik
capek luar biasa, itu akan meningkatkan hormon thyroid, denyut jantung dan
tensi. Padahal aktifitas beruntun tuh bagi saya sudah biasa, yang aneh kan
kenapa dulu nggak kumat ya ? Mungkin saat ini kondisi tubuh saya lagi nge-drop alias
nggak fit, makanya KO.
Jadilah, saya
menerapkan lagi terapi yang pernah diberikan oleh Profesor. Bukan dengan terapi
obat tapi terapi fisik. Awalnya, saya disuruh istirahat dari dunia persilatan
selama sebulan he he he. Banyak makan dan banyak minum air mineral. Hampir sama
seperti terapi yang dulu, cuma sekarang, saya tidak diberi vitamin Glisodin
untuk menambah berat badan. Karena badan saya sekarang sudah kayak bina raga,
kalau dulu bina rangka … he he he. Tapi karena saya orangnya rada-rada ngeyel dan nggak bisa diam, rasa
sakitnya belum berkurang. Saya sering jalan kesana kemari, coba-coba melakukan
ini – itu. Karena tukang masak, saya mencoba bikin kue, manjat pagar untuk
mengambil mangga, dan yang terakhir, mengecat kamar mandi ….. LoL.
Sebelumnya,
pekerjaan seperti itu enteng banget,
keciiil. Olahraga pun saya memilih yang intensitasnya tinggi, meskipun saran
dari Dokter agar jangan lebih dari 35 menit. Pun dengan aktifitas lainnya,
pokoknya super aktif lah …. LoL. Tapi setelah hipertiroid saya kumat, untuk
beraktifitas sedikit aja badan pegel linu, lemah, letih, lesu ….. ampun dah.
Apalagi kalau malam, terasa banget ngilunya. Dokter ahli Endokrinologi tidak
memberi saya obat selain propanolol dan zypras, itupun cuma dua minggu. Beliau
tidak memberi resep PTU, karena bisa mengakibatkan hipotiroid. Kalau terasa
ngilu, saya cuma disuruh anget-angetin
pakai kompres hangat, tapi saya lebih mantap pakai salonpas. Protes sih,
meskipun hanya dalam hati … he he he. Kita periksa untuk minta resep obat, eh
malah nggak dikasih. Alih-alih, waktu istirahatnya malah diperpanjang lagi
sampai awal Januari nanti …. Hadeehhh.
Setelah
saya membaca buku jadul itu, saya baru ngeh,
“ Orang-orang itu haroes tinggal berbaring di tempat tidoernja, diberi peratoeran
makan jang banjak terdiri dari toemboeh-toemboehan. Tidak boleh banjak menerima
tamoe. Biasanja dengan djalan begini dan dengan peratoeran makanan, kelihatan
sekali manfaatnja”.
Benar
juga lho, kelihatannya sepele banget tapi setelah menerapkan terapi itu (
seperti sepuluh tahun yang lalu ), rasa sakit mulai berkurang. Perubahannya memang
tidak secara cepat, tapi perlahan. Kalau disuruh tinggal ditempat tidur terus
alias bed rest, seperti yang tertulis di buku jadul itu, nggak banget lah yaa
…… LoL. Dokter bilang kalau tidak semua keluhan harus diobati, selama tidak
mengganggu kesehatan pasien, maka tidak perlu minum obat ( Iya sih, tidak
mengganggu, cuma menyiksa … hiks ). Tapi yang terpenting adalah ada perbaikan dari sebelumnya. Dan penyakit
penyerta lainnya, kalau kadar tiroid-nya normal biasanya juga ikut sembuh.
Lama kesembuhan
penyakit ini tergantung keparahannya saat dimulai pengobatan awal. Kesabaran adalah
kunci kesuksesan pengobatan ini. Seiring dengan berjalannya waktu, maka gejala
hipertiroid akan perlahan menghilang. Karena Hipertiroid adalah penyakit
autoimun, sebenarnya yang bisa melawan adalah diri kita sendiri. Saya beruntung
ditangani oleh Dokter - dokter yang baik. Banyak hal yang patut saya syukuri, kalau
melihat penderita Hipertiroid lainnya yang lebih tersiksa. Saya masih bisa melakukan
apa saja. Dan hikmah yang saya ambil dari masa “ reses “ ini, saya punya banyak
waktu untuk menulis …. He he he.
Sekian
dulu ya, info dari saya, penderita Hipertiroid yang soeka ngeyel tapi teroes
semangat. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga ALLAH, SWT selalu melindungi
kita semua …. Aamiin.
# Narasumber
tidak saya cantumkan karena halaman depan buku dimakan rayap.