Tuesday 20 January 2015

PASSION, HOBBY & TALENT

 

Apa bedanya sih antara passion, hobby dan talent ? Passion itu secara umum diartikan sebagai gairah dan hobby adalah kesukaan. Sedangkan talent atau bakat adalah suatu kondisi dimana menunjukkan potensi seseorang untuk mengembangkan kecakapan dalam suatu bidang tertentu. Talent ada yang timbul tanpa dilatih alias dapat berkembang dengan sendirinya dan ada yang terpendam. Bakat itu pun ada yang berasal dari warisan genetik, ada juga yang diperoleh dari proses belajar.

Biasanya bakat cenderung diturunkan oleh orangtua kepada anak-anaknya bukan hanya lewat DNA saja tapi juga lewat penanaman alam bawah sadar. Yang kedua ini lebih banyak terjadi ketika sang anak melihat bagaimana orang tuanya bersikap, bekerja, bertutur, dan bertindak. Tanpa mengajarkan kepada sang anak secara eksplisit, mereka telah menanamkan bukan hanya nilai-nilai tertentu namun juga kecakapan-kecakapan tertentu lewat kegiatan sehari-hari.

Kalau ditanya apa saja yang saya bisa, jawabannya buanyaak, dari kegiatan cewek sampai kegiatan cowok. Entah karena faktor genetik atau gimana, dari kecil ( waktu duduk di SD ), saya suka sekali membaca dan menulis, terutama diary, cerpen, apalagi puisi. Padahal, saya nggak pernah punya tulisan rapi, eker-eker persis kayak cakar ayam …. He he he. Donald Bebek, Majalah Bobo, Buku Serial Lima Sekawan, Pippi Si Kaus Kaki Panjang, Jack dan Kacang Ajaib, Cinderella, Heidi Si Anak Gunung, pokoknya semua buku bacaan, termasuk resep masakan, saya sikat abis. Semuanya seperti terdorong begitu saja, tanpa ada yang menyuruh. Dan kalau membaca juga nggak tanggung-tanggung, sepuluh buku cerita nggak sampai sehari juga udah kelar. Bobo dan Donald Bebek nggak sampai setengah jam udah saya operkan ke adik saya. Semakin bertambah umur, kesukaan saya itu semakin merajalela. Bakat ini mungkin, diturunkan Bapak dan Mbah Kakung saya ( dari Ibu ) yang suka membaca dan mengoleksi buku. Tapi kalau soal balapan membaca, Bapak saya kalah tuh, ibarat saya kereta express, bapak sepur kluthuk …. LoL. DNA Mbah Kakung mungkin lebih mendominasi dalam diri saya, sama-sama demen banget dengan seni. Beliau suka main biola dan menulis puisi dalam bahasa Belanda. Salah satunya yang pernah saya baca, kalau nggak salah judulnya “ De Blumen “.

Nah, kalau soal memasak, ini sih lebih melebar lagi genetisnya. Percaya atau tidak, kebanyakan Chef di negara manapun pada umumnya punya DNA tukang masak. Mulai dari kakek, nenek, atau orangtua mereka. Tanya aja George Calombaris, Buddy Valastro, Marco Pierre White dan Chef beken lainnya. Kebanyakan mereka-mereka yang mewarisi DNA ini lebih piawai dan lihai dalam hal masakan. Saya sendiri mewarisi bakat ini mulai dari Mbah Buyut, Mbah Putri dan Ibu saya. Mungkin cuma Ibu yang punya pendidikan culinary, kalau saya sih hanya pewaris resep, pemirsa, pendengar dan pelaku bisnis kuliner aja …. LoL. Banyak yang mengira kalau saya kursus diam-diam … he he he. Padahal nggak pernah tuh kursus memasak ini itu, hanya diajari Nenek saya menggunakan feelings , dasar-dasar pastry, memasak, menakar yang tepat dan membuat masakan “ well done “. Termasuk juga resep rahasia turun temurun. Selebihnya, saya sendiri yang harus mengembangkannya. 

Dan ajaran yang diberikan nenek saya itu ternyata dasar-dasar memasak Classic French. Dulu nggak ngeh, tapi setelah melihat peragaan Chef yang lain, baru deh nyadar …. ternyata kok sama yaa. Tapi jangan dikira gampang lho ya, banyak suka dukanya juga terutama dalam menjalankan bisnis makanan ini. Semuanya nggak serba instan alias melewati berbagai proses, terutama trial and error. Banyak hal yang terkait kalau kita sedang memasak, dari pemilihan bahan, takaran, proses memasak, penyajian, pengemasan. Jadi, bukan cuma tangan aja yang bekerja, tapi otak juga ikut berputar. Dan satu lagi, hati alias perasaan. Memasak kalau setengah hati, nggak bakalan ada enak-enaknya tuh. Ada juga anggapan kalau jam terbang menunjukkan keahlian … wah, salah besar tuh. Chef yang sudah berpengalaman puluhan tahun aja bisa mengacau dan sudah pasti hasil masakannya tidak maksimal. Apa yang sering dilihat di TV tuh banyak editannya dan banyak Chef yang nggak mau mengakui … biasalah, karena udah nge-top … he he he. 

Bakat tiap orang itu berbeda-beda, yang penting kita jangan memaksakan diri, apalagi kalau untuk dijadikan profesi. Karena melihat orang lain menjadi expert dan sukses, lantas kita latah pengen ikut-ikutan. Mengikuti jalan kesuksesan orang memang baik, tapi ya semua itu harus mengalami proses. Setiap manusia punya jalan hidup yang berbeda-beda, sesuai dengan takdir masing-masing. Meskipun secara natural memiliki bakat namun bukan berarti otomatis jadi jago seperti para pendahulunya. Talent juga perlu diasah secara kontinyu. Saya sendiri tidak mengira kalau akan menyelami dunia kuliner. Saya memulai semuanya dari awal, satu mixer dan satu open tangkring ….. he he he. Jadi saya tahu benar susah senangnya. Dari satu label, berkembang menjadi dua label dan saat ini sudah mendapatkan tiga nomor sertifikasi dari Depkes. Meskipun sudah ada keturunan, saya juga masih terus belajar, belajar, belajar, karena dunia masak-memasak itu luas dan tidak ada batasnya.

Mungkin, menulis memang satu-satunya hobi sekaligus passion yang bisa bikin saya punya energi lebih, menjadi terapi efektif ketika saya sedang bersedih. Biarpun honor cuma 15 ribu saat pertama kali nampang di koran sore, rasanya happy banget … era 95-an, 15 ribu gitu loh. Pun ketika novelette saya masuk nominasi meski nggak menang, yang penting dibaca sama Andrea Hirata dan Pipiet Senja …. Hehehe. Menulis bisa membuat saya betah berjam-jam melihat deretan kata-kata, membuat hobi membaca saya lebih meningkat dari sebelumnya. Dan menulis bisa bikin hidup saya jadi lebih bermakna tapi juga membuat saya kadang malah merasa aneh, karena keseringan menulis dan mulut lebih banyak diam. Mungkin juga karena karakter saya yang memang terkadang bisa menjadi agak pendiam. Seperti gamelan, kalau tidak ditabuh, nggak bakalan bersuara …. LoL. 

So far, menjadi tukang masak dan penulis adalah hal terkuat yang selalu bisa menyuplai energi dalam jumlah besar kepada diri saya, tanpa kenal waktu, tanpa kenal kondisi apapun. Tidak peduli badan pegel linu, dapet honor atau tidak, masuk nominasi atau tidak, order besar atau kecil, untung banyak atau sedikit, menulis dan memasak tetap menjadi " vitamin " utama bagi saya. Sesuatu yang selalu saya syukuri …. الحمد لله وا سيوكوريلة