Friday 5 February 2016

SOLO, THE SPIRIT OF JAVA

 

Kali ini saya akan menulis sedikit tentang Solo karena saya lahir di Solo dan leluhur saya asli dari sini. Memang sih masa kecil dan masa remaja saya tinggal di beberapa kota di Jawa, ngikutin orangtua on duties. Nikmat dan karunia ALLAH, SWT yang selalu saya syukuri karena bisa mengenal budaya, bahasa, adat dan makanannya. Makanya saya familiar banget dengan kota Jogja, Blora, Semarang, Pemalang, Tegal, Brebes dan Pekalongan. Tidak bakalan kesasar deh kalau pergi kesana, blusak-blusuk dan semua sudut sudah saya jelajahi. Yang setiap kota itu ada cerita dan kenangan tersendiri, kenangan konyol masa kecil maksudnya … he he he.

Meskipun Solo ada di dalam buku panduan kota yang harus dikunjungi oleh wisatawan, tidak sedikit yang “ gagal paham “ tentang Solo. Karena kota kecil, banyak yang mengira kalau Solo itu kuno, tidak punya fasilitas canggih dan tidak ada Mall. Soalnya, ada yang nulis kayak gitu tuh. Mungkin tidak pernah googling dan nonton TV kali yaa … he he he. Mentang-mentang ada pelarangan mendirikan Mall, dikiranya Solo tidak punya Mall. Cerdas dikit dong, yang bikin aturan siapa, yang melanggar juga siapa. Ada yang bilang ini itu, ngeluh ini itu, mahal banget dan lain-lain. Biasanya sih yang kayak gitu bermasalahnya sama si Abang-abang becak. Ada juga yang bilang, di Solo apa-apa mahal. Itu berarti anda adalah backpackers kikir yang gagal sebagai turis lokal … LoL. Karena biaya hidup di Solo itu paling murah bila dibandingkan dengan Jakarta ataupun kota besar lainnya. Di Solo bawa uang Rp.5000 bisa mendapatkan sepiring nasi dengan lauk plus teh manis hangat. Cuma nasib yang kurang beruntung aja kali yaa, kesasar di tempat mahal. Malu bertanya, ya jangan bertanya ... eh, sesat dijalan.

Solo adalah wilayah otonomi dengan status kotamadya di bawah provinsi Jawa Tengah. Dengan letak geografis diantara tiga gunung, Gunung Lawu, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Ditambah Sungai Bengawan Solo yang mengalir di tepi kota membuat Solo menjadi menjadi pusat perdagangan dengan tanah yang subur. Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri dan Sragen termasuk wilayah eks Karesidenan Surakarta ( Residentie Soerakarta ). Jumlah penduduk kota Solo perbandingannya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Ada sisa 4 bagi yang ingin mendua … he he he. Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/ km₂ ( angka kepadatan penduduk Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km₂ ). Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia. 

Surakarta Hadiningrat, kendati aslinya bernama Sala ( memakai huruf a ) namun dalam perkembangannya berubah dan lebih akrab disebut Solo ( pakai huruf o ). Ini terjadi terjadi karena kesalahan orang Belanda dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Kata mbah Putri saya, ilaté ora iso bengkong alias lidahnya tidak bisa bengkok … LoL. Sejak saat itu tidak hanya orang asing saja, akan tetapi masyarakat Indonesia pun menyebut dengan Solo. Penyebutan ini terasa lebih mudah dilafalkan, dicerna dan memiliki makna yang khas dibanding nama resminya. 

Nama Surakarta Hadiningrat menjadi seperti kalah pamor dibanding Solo karena sikap sang pemberi nama, Sri Susuhunan Paku Buwono II. Surakarta Hadiningrat dianggap mencerminkan watak kekuasaan, kapitalis-kolonial, sementara Solo mencerminkan semangat kerakyatan ( mengakar sebagaimana asal namanya dari pohon Sala ) dan memberi keteduhan, ngayomi pada rakyat. Bagi orang Solo, persoalan nama tersebut bukanlah suatu masalah yang berarti. Persoalan itu hanya muncul dikalangan intelektual akademis saja. Biarin aja dah, mereka pada berdebat sendiri. Faktanya, di dunia usaha nama Solo lebih menjual dan lebih disukai. Selain itu, Solo juga memiliki beberapa julukan diantaranya Kota Batik, Kota Perdagangan, Kota Budaya, Kota Kuliner dan kota yang tak pernah tidur, The city never sleep alias Texas-nya Indonesia. 

Penduduk Surakarta biasa disebut Wong Solo dan istilah Putri Solo adalah sebutan khas bagi para gadis. Sejak dulu terkenal lemah lembut perangainya, bertutur kata halus dan menjunjung tinggi tata krama. Karena pengaruh dari Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan, penduduk Solo rata-rata ramah dan bersikap layaknya priyayi, Tapi, jangan salah sangka, bertutur kata halus bukan berarti tidak galak dan tidak bisa teriak lho yaa … LoL. Karena itulah, tidak sedikit yang mengaku berasal dari Solo, padahal tidak. Maksudnya biar dikira keturunan bangsawan gitu loh. Biasanya nih, dari tutur kata dan perbuatannya sudah bisa ditebak, mana yang benar-benar priyayi dan mana yang abal-abal. Dengan adanya pengaruh dari dua kerajaan itu Kota Solo budaya Jawa-nya masih kental dan terjaga. Meskipun, sayangnya nih, sekarang sudah mulai tergerus kemajuan jaman. 

Selain dihuni oleh Suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Solo. Perkampungan Arab menempati tiga wilayah yaitu Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu. Sementara itu perkampungan Tionghoa banyak terfokus di wilayah Balong, Coyudan, dan Keprabon. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan kelenteng dan tempat ibadah di wilayah itu. Karena semakin padat, banyak juga keturunan Arab dan Tionghoa yang menempati perkampungan lain. Selain Arab dan Tionghoa, ada juga keturunan India-Pakistan, juga warga asing dari Eropa. Tidak heran kalau di Solo banyak keturunan campuran Arab-Jawa, Cina-Jawa, Eropa-Jawa. Bahasa yang digunakan pun ada tiga, bahasa ibu ( asal ), bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Yang terakhir ini nih, yang sering bikin wisatawan lokal pada bengong karena bahasa Jawa mereka medok dan halus banget.

Kebanyakan warga Solo adalah pelaku bisnis di bidang kuliner, batik, barang antik, tehnologi informasi dan furnitur. Pusat bisnis kota Solo terletak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan terletak di sepanjang jalan protokol ini. Khusus pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi ditutup bagi kendaraan bermotor karena digunakan sebagai ajang Solo Car Free Day dan juga ajang kuliner. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik ada di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer menjadi salah satu pusat perdagangan batik terbesar di Indonesia. Pusat batik lainnya ada di Beteng Trade Center ( BTC ) dan Pusat Grosir Solo ( PGS ). Bagi yang suka nge-Mall, dan hobi nonton di XXI, ada beberapa Mall modern seperti Solo Square, Solo Grand Mall ( SGM ), Solo Paragon dan Singosaren Plasa. Kalau ingin yang agak jauh ke pinggir kota, ada Hartono Mall dan The Park Mall. Dan satu lagi swalayan, yang menurut saya nih, harganya paling murah se-Indonesia, Luwes group ( Ratu Luwes, Sami Luwes, Luwes Sangkrah, Luwes Gading, Luwes Nusukan, Luwes Mojosongo, Luwes Palur ). 

Kalau soal kuliner, makanan 24 jam tersaji nonstop. Mulai dari makanan tradisional, western, fast food, sea food, Chinese food, middle-east food, semua ada. Tidak seperti di Jogja yang rata-rata taste-nya manis atau daerah Jawa Timur yang rata-rata asin, di Solo makanannya berada ditengah-tengah, tidak manis, tidak asin dan juga tidak pedas. Asal tahu aja, makanan di Solo itu mengenal pakem alias jam saji. Makanan yang keluar di siang atau pagi hari, tidak bakalan Anda temui di malam hari. Makanan yang biasa ditemui di pagi hari biasanya nasi liwet, soto kuali, bubur lemu, pecel ndeso, cabuk rambak, ketan bubuk juruh, lenjongan. Yang tersaji di tengah hari biasanya bakmi thoprak, selat solo, timlo, bakso, sup matahari, thenkleng, sate buntel, tongseng, sate kambing dan es puter tradisional. Kalau malam hari ada soto kuali dan nasi liwet juga, gudeg ceker, bakmi jawa, wedang dongo, wedang asle, wedang ronde, wedang kacang dan yang paling beken nih, HIK alias hidangan istimewa kampung. Kalau di daerah lain, HIK biasanya disebut angkringan. Dijaman Ibu saya, dulu HIK itu dipikul dan penjualnya keliling kampung, tapi sekarang tidak. Kebanyakan HIK sudah menetap di suatu tempat. Dan di Solo, disetiap sudut ada warung HIK. Tinggal pilih aja, mau yang dipinggir jalan atau HIK yang sudah bersolek seperti resto. Umumnya menyajikan berbagai makanan kampung seperti nasi kucing, nasi oseng, aneka sate tusuk, wedang jahe gepuk, wedang uwuh, teh oplosan, wedang susu jahe, kopi tubruk. Yang jelas jumlah makanan yang tersaji biasanya lebih dari 20 jenis.

Bagi yang doyan ngemil, banyak toko-toko kue yang menyajikan snack khas Solo dan tentunya tidak bakalan ditemui di daerah lain seperti roti kecik, roti pongge, serabi notosuman, intip goreng, pia balong, serundeng, brem dan ampyang. Umumnya took-toko kue di Solo adalah pemain lama alias sudah ada sejak jaman Kolonial Belanda dan masih tetap exist sampai sekarang. Sebut saja toko roti Orion yang terkenal dengan kue Mandarijn-nya, Roti Ganeps dengan roti kecik-nya, Primadona dengan kue bangket-nya, Merani dengan roti semir-nya. 

Mengenai transportasi dan penginapan di Solo, ada Internatioanal Airport, Stasiun Kereta Api dan Terminal Bis. Angkot, Batik Solo Trans ( BST ) dan Taksi juga banyak yang beroperasi. Untuk taksi, lebih cepat datang kalau kita tahu nomor panggilannya. Bukan karena armadanya sedikit, tapi banyak yang menggunakannya alias full booking. Hotel mulai dari bintang lima sampai homestay dengan tarif yang murah pada bertaburan, soal harganya, saya tidak tahu pasti karena saya bukan petugas pariwisata … he he he. Bisa di klik di internet dengan mudah dan tinggal pesan aja.

Begitulah sekelumit kisah tentang Solo. Masih banyak yang belum saya tulis, terutama tentang tradisi. Lain kali aja ya, capek nih tangannya … he he he. Semoga tulisan ini bermanfaat terutama bagi Mas, Mbak dan Adik-adik yang hobi travelling dan doyan makan. Bagi yang belum pernah datang ke Solo, monggo katuran pinarak … 




No comments:

Post a Comment