Wednesday 2 July 2014

INDONESIA AKAN MEMILIH

 


Satu minggu lagi Indonesia akan punya hajat besar yaitu pemilihan presiden. Lagi-lagi warga Indonesia berkesempatan turun tangan menentukan masa depan negara dan tentunya nasib masing-masing. Hasil pemilu Indonesia juga turut menentukan posisi negeri di kancah internasional. Mungkin bagi saya ( sekarang ) pemilu berarti sebuah kesempatan. Mumpung ada calon yang sesuai dengan kriteria saya. Kesempatan besar untuk mengubah suatu bangsa untuk bergerak lebih baik atau malah semakin terpuruk kalau kita salah pilih. Dan pemilu kali ini hanya hanya ada dua calon sekaligus juga bertepatan di bulan Ramadan.

Saya jadi teringat, di tahun 1998, saat puluhan ribu mahasiswa di seluruh Indonesia turun ke jalan ( termasuk saya ) sebagai bentuk partisipasi aktif dalam berpolitik. Tujuan kami saat itu adalah mencetuskan dan mendorong dimulainya era reformasi. Suksesi kepemimpinan, agar bukan itu-itu saja pemimpinnya. Dan reformasi ternyata bukan harga yang murah, karena pada bulan Mei di tahun itu juga terjadi kerusuhan. Entah siapa yang memulainya, yang jelas bukan dari kami, para mahasiswa. Bahkan di tempat saya, kerusuhan dan kerusakannya lebih parah dari Jakarta. Solo menjadi seperti kota mati. Dan perlu beberapa tahun untuk pulih kembali. 

Sejak reformasi tahun 1998 hingga saat ini, proses demokrasi di Indonesia sudah berjalan baik dan telah mengalami proses pendewasaan demokrasi. Tapi lama kelamaan kok jadi salah arah, melenceng dari tujuan yang semula. Sebenarnya pemilu adalah momentum demokrasi yang teramat penting sebagai bentuk kejujuran. Sebuah investasi untuk ke depan, sebagai modal memperbaiki kondisi bangsa dan negara. 

Tapi yang ada malah sebaliknya, korupsi dan kolusi semakin merajalela. Orang-orang yang dulunya berteriak perangi KKN, kolusi, korupsi dan nepotisme di jaman Orde Baru, malah menjadi manusia yang lebih rakus. Demo-demo yang nggak penting semakin marak. Banyak yang mengartikan reformasi sebagai kebebasan. Dikit-dikit unjuk rasa dan sering terjadi kerusuhan. Orang juga semakin mudah terprovokasi, tersulut amarahnya, sehingga main bakar dan main bacok pun dianggap sebagai proses demokrasi. 

Dan tahun 2004 adalah the real election bagi rakyat Indonesia karena sebelumnya presiden masih dipilih oleh anggota DPR / MPR RI. Jujur, saat itu saya masih ikut memilih karena masih bergabung dengan teman-teman di salah satu partai baru tapi setelah itu, saya out alias pensiun dari hiruk pikuk kampanye, say goodbye dan mengistirahatkan bendera partai yang lebarnya dua meter ( mungkin juga lebih .... LoL) didalam lemari. Pun dengan pilkada, setelah tahun 2005, saya dan keluarga besar juga tidak berpartisipasi. Dulu teman-teman saya kaget waktu tidak datang ke TPS, argumen saya waktu itu, mau milih, mau nggak, mau keluar dari partai, hak asasi dong .... he he he. Tapi sewaktu pileg kemarin mereka juga kaget karena saya dan keluarga saya nongol di TPS, karena hampir sepuluh tahun raib dari peredaran. Lama-lama saya berpikir juga, menjadi golput ternyata malah menjerumuskan ke dalam keterpurukan. Jangan ikut-ikutan yaa ..... nyesel deh ..... 

Apapun arti pemilu bagi Anda, saya tidak bisa mengaturnya. Semua berpulang pada diri Anda masing-masing. Tapi yang harus kita sadari saat ini adalah pemilu merupakan saat dimana kita sebagai rakyat bergerak melakukan perubahan. Meskipun semestinya ada hal yang perlu ditambahkan dalam Undang-Undang atau juga dihapus, apabila seseorang yang ingin mencalonkan diri sebaiknya mundur dan meletakkan jabatan sebelumnya, bukan hanya cuti. Kata-kata cuti sebaiknya dihapus saja. Kayaknya kok keenakan banget ya, kalau jabatan yang diinginkannya tidak kesampaian, dia masih bisa balik lagi ke jabatan lamanya. Ibaratnya, ninggalin istri pertama demi memburu istri kedua, begitu nggak dapet, balik lagi ke istri pertama. Gurih amaaat. Jadi OOT nih .... out of topic ..... he he he. 

Bayangkan kalau calon pemimpin melakukan hal itu, maka kita tidak akan mendapatkan pemimpin yang benar-benar fresh jalan pikirannya. Terkontaminasi dengan kepentingan ini-itu. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau dukungan itu juga merupakan koalisi untuk membentuk pemerintahan kedepannya. Jadi, tidak ada kamusnya kalau ada dukungan tapi tanpa syarat. Nonsense gitu loh .... 

Yang jelas, kita takkan pernah merasakan perubahan, apabila kita tak melakukan perubahan itu sendiri. Dan pemilu adalah moment penting untuk mengubah negeri ini. Pastikan nama yang akan anda coblos nanti benar-benar anda kenali dan benar-benar dapat menyuarakan aspirasi anda selama lima tahun mendatang. Jangan memilih presiden hanya karena cuma tahu nama dan nomor urutnya saja atau terpesona dengan pencitraan yang telah dibuat. Lihat track record-nya. Anda harus tahu benar bagaimana calon pemimpin itu, kalau perlu tahu telusuri riwayat hidupnya. Ini penting, agar jika dia benar-benar terpilih nanti, anda sebagai pemberi amanah tidak mengalami kekecewaan. 

Memang, tidak ada manusia yang sempurna, semua orang punya kelebihan, kekurangan dan juga dosa. Kalau mencari kekurangan, tidak bakal ada habisnya. Bercerminlah pada diri Anda sendiri, sudah hebatkah Anda ? Sudah sempurnakah ? Yang jelas, Anda harus bisa membedakan mana yang cocok menjadi Leader bagi negara kita. Mana yang lebih dibutuhkan oleh negara kita ?Kalau jadi Manager mah banyak yang bisa tuh. Tidak mudah lho, menjadi seorang pemimpin. Dan seorang pemimpin itu harus tegas dan punya kewibawaan, nggak cuma cengengas - cengenges aja. Jangan sampai kita gelo setelah memilih, nyesel selama lima tahun. Setelah pemilu dan keadaan semakin terpuruk baru sadar, oh ... ternyata begini. Itu bukan kesalahan dia, tapi kesalahan Anda sendiri dalam menentukan pilihan. Grusa-grusu, sekedar pokoke .... pokoke ..... terbuai dengan janji-janji palsu dan pencitraan. Pilihlah yang terbaik diantara yang terburuk. Kalau salah pilih kan yang rugi kita juga.

KPU juga harus bisa belajar dari pengalaman di pemilu-pemilu sebelumnya karena berdasarkan potret buram masih banyak oknum KPU yang terlibat dalam kecurangan penyelenggaraan pemilu dan berpihak kepada salah satu calon. Masih banyak yang menaruh curiga terhadap kinerja KPU dan juga diduga masih ada “ mafia politik ” yang bermain di belakangnya, sehingga mencederai demokrasi yang bebas, rahasia, jujur, dan adil. Bagaimana pemilu bisa jujur kalau KPU-nya sendiri bobrok. Sebaiknya jangan membuat kebohongan publik, kelihatan tuh, mana yang jujur dan mana yang tidak. Mana yang memihak ke salah satu capres dan mana yang tidak. Kalau ketahuan, pada pintar ngeles kayak bajaj ..... LoL.

Hal-hal yang perlu diwaspadai juga adalah bahaya laten komunis. Sebaiknya kita tidak menutup mata dan pura-pura bego. Solo di jaman dulu adalah basis PKI, sampai sekarang masih banyak anak turunnya dan bangga dengan ideologi yang mereka anut. Tetangga nenek saya pun dengan bangga memajang foto dirinya saat menjadi tentara PKI. Isu-isu dan black campaign yang terjadi saat ini, sama seperti kejadian di tahun 1965 ( menurut saksi sejarah yang masih hidup ). Jadi, hati-hati ..... 

Semua langkah yang anda ambil akan sangat bergantung persepsi terhadap arti pemilu bagi anda sendiri. Jika, anda cuma menganggapnya sebagai ritual lima tahunan yang nggak penting. Nggak ngaruh, toh kita juga nyari duit dan nyari makan sendiri. Mungkin anda juga nggak akan terlalu peduli siapa calon presiden yang anda coblos nantinya. Atau bahkan anda lebih memilih tidur di rumah daripada melakukan sedikit usaha dalam mengubah negeri kita. Soalnya bulan puasa ya, tidur kan dapet pahala ..... he he he.

Hari ini adalah masa depan bagi masa lalu. Dan masa depan kita, suatu saat akan menjadi masa lalu. Masa depan Anda akan suram, jika anda tidak fokus memperbaiki masa sekarang. Masa lalu, sekarang dan masa depan adalah serangkaian waktu yang memiliki jutaan pelajaran yang bisa dipetik. Semoga pemilu minggu depan sukses tanpa ada tindakan anarkis apabila calon presiden yang didukungnya kalah. Cukup sekali saja kerusuhan dan tidak perlu terulang lagi. 

Semoga pilihan saya menang
Semoga .....
Aamiin ....