Dua
kata ini bisa dikatakan memiliki kemiripan istilah. Beda arti tapi saling
berkaitan, tanggapan dan pendapat.
Setiap hal punya ribuan persepsi yang bisa muncul. Misalnya dress warna
hitam yang dipajang di etalase departemen store, persepsi kita, baju itu elegan
tapi persepsi orang lain baju itu biasa-biasa aja, dan persepsi orang yang lain
lagi, baju itu kusam karena warnanya gelap. Bisa dibayangkan sebegitu banyaknya persepsi
yang muncul dari sebuah baju.
Persepsi
memiliki hubungan erat dengan opini, persepsi merupakan salah satu unsur
pembentuk opini seseorang. Secara sederhana, persepsi adalah hasil analisa pemikiran
atau penilaian kita mengenai suatu atau seseorang, tapi belum dikemukakan alias
masih ada di dalam hati. Apabila menyebut pikiran, sudah pasti ada pikiran baik
dan ada pikiran buruk. Persepsi bisa timbul dari hati kita sendiri atau
dicetuskan oleh pihak lain. Sedangkan opini adalah pendapat, apa yang
diungkapkan oleh seseorang. Dengan kata lain, opini dapat menimbulkan
kontroversi. Opini akan memunculkan citra personal seseorang melalui suatu
interpretasi yang akan menghasilkan opini pribadi, istilah kerennya jaman
sekarang pencitraan.
Bagi
saya, persepsi adalah sebuah pilihan untuk berpikir positf atau berpikir
negatif. Karena sebuah persepsi tidaklah selalu sama dengan kenyataan yang ada.
Ada kemungkinan persepsi kita benar dan ada juga kemungkinan persepsi kita
salah. Untuk mengetahui kebenarannya hanyalah dengan cara mencoba untuk
berkomunikasi dengannya secara intensif. Sangat tidak adil jika kita menilai
seseorang secara parsial, yaitu dengan melihat fotonya dan hanya pernah
sesekali berbicara. Apalagi kalau kita mengetahui seseorang itu dari hasil
penilaian orang lain. Hmm …… Who are
you ? Judges ? … LoL.
Dan
media sosial adalah salah satu ajangnya karena masyarakat cenderung lebih mudah
terperdaya dengan persepsi yang tercetus, yang mungkin awalnya cuma persepsi
individu tetapi secara spontan bisa meluas. Jaman yang serba serba canggih ini
membantu sebuah informasi disebarkan dengan cepat ke seluruh dunia dalam
hitungan detik. Ada yang menggunakan media sosial untuk tujuan baik dan ada
juga pihak yang sengaja menimbulkan persepsi buruk mengenai sesuatu untuk mempengaruhi
pengguna-pengguna media sosial misalnya lewat update status, pesan, gambar dan
video yang tersebar luas di Facebook, Twitter, Instagram, Blog, Youtube dan
sebagainya. Terpengaruh dengan persepsi orang lain, kalau mereka suka,
ikut-ikutan suka, kalau orang lain benci, juga ikut-ikutan benci. Mau-maunya
jadi jongoswan atau jongoswati, disuruh-suruh melulu ….. he he he. Padahal cuma
persepsi sepihak, belum tentu benar. Kalau sudah begini, ceritanya malah jadi
berkepanjangan dan menjurus ke arah fitnah ….
Ketika
sebuah persepsi menempel di otak kita, itulah pilihan yang sudah kita ambil.
Repotnya, tidak selamanya keputusan kita ini berdasarkan kenyataan yang ada.
Apalagi jika ditambah dengan pengalaman kita sebelumnya dalam berhubungan
dengan orang tersebut. Sekali berbohong, selamanya jadi pembohong, sekali
jahat, selamanya jadi penjahat. Begitulah jalannya otak kita. Parahnya,
tindakan negatif terhadap pribadi kita ternyata lebih dalam pengaruhnya
terhadap persepsi yang sudah kita bangun. Karena persepsi juga identik dengan
kepercayaan.
Pendapat
saya pribadi, mendingan jujur deh terutama dalam ber-opini. Kalau ada status
atau sesuatu hal yang saya suka dan sesuai dengan hati urani saya, pasti saya
apresiasi dengan tanda jempol. Yang penting ikhlas-nya, Cuyy. Saya juga termasuk
orang yang suka membiarkan orang lain dengan persepsi mereka. Membiarkan mereka
menebak-nebak sendiri padahal tidak pernah berinteraksi dan tidak sedikit yang
punya persepsi negatif tentang saya. Menghadapi manusia-manusia seperti itu,
kalau saya sih nyantai ajjaahh, tidak
perlu penjelasan ini - itu karena itu bukan urusan mereka, nggak penting banget.
Ada yang suka, Alhamdulillah, nggak ada yang suka ya udah, gitu aja kok repot. Toh,
misalnya ada yang bohong, biarlah mereka terperangkap sendiri dengan kebohongan
yang telah mereka buat. Kalau persepsi dan opini mereka tidak benar kan fitnah
namanya. Lumayan, ngurang-ngurangi dosa ane …. He he he.
Memang
sih, berbicara itu mudah dibandingkan dengan bertindak. Suporter itu lebih
lihai daripada pemain bola. Dan tidak mudah untuk merubah persepsi kita
mengenai seseorang. Lebih susah lagi merubah persepsi seseorang tentang diri
kita. Saya sendiri kadang juga punya persepsi negatif ( ngaku nih … ), terutama dengan orang yang baru kenal tapi
bertingkah aneh-aneh. Inilah kelemahan sebuah persepsi. Memang persepsi itu
lemah karena tidak berdasarkan kenyataan. Ada seseorang yang bisa merubah
persepsinya secara mendadak dan ada juga yang memerlukan pembuktian lebih
lanjut untuk merubah persepsinya. Kadang kita sering menyerah karena tidak ada
perubahan yang signifikan sehingga persepsi kita tetap sama. Ngomong-ngomong, persepsi saya sering
jadi kenyataan tuh, intuisi yang menajam kali ya … Jiiiaaahhhh, kayak paranormal aja.
Berhati-hati
dengan persepsi dan opini mungkin lebih baik karena dua hal itu dahyat
dampaknya. Mungkin jika satu-dua orang bicara hal yang sama, kita tak terlalu
peduli. Tapi saat beberapa, apalagi banyak orang mulai bicara yang sama, opini
mulai terbentuk. Apalagi kalau informasi itu terus menerus diulang, tak peduli
apakah informasi itu kenyataan, abal-abal alias bohongan atau justru hanya ulah
seseorang untuk ngejahilin orang lain. Hati-hati bermain dengan persepsi dan
opini, karena jika itu sudah menguasai diri, kadang akal tidak bisa bekerja
dengan normal lagi. Tak tahu lagi mana benar mana salah, tidak bisa membedakan
yang mana realita dan mana yang bukan. Sehingga fakta seringkali diingkari. Tapi kalau ujung-ujungnya menjadi fitnah, dosa ditanggung
sendiri lho …… LoL.
Thanks for visiting my blog, Jr Shian.
ReplyDelete