Thursday 25 December 2014

HYPERTHYROIDia ( Hyperthyroid Diary Part 2 )


Sekitar sepuluh tahun yang lalu, saya menemukan buku tentang penyakit ini secara tidak sengaja. Berada di tumpukan buku-buku peninggalan almarhum mbah Kakung saya. Karena nggak begitu ngeh, buku ini saya taruh begitu saja. Meskipun sudah mangkak alias usang dan masih memakai ejaan lama, tapi kertasnya masih bagus. Sempat dipinjam teman saya berbulan-bulan untuk menyelesaikan tugas akhirnya di dunia medis.

Buku itu saya minta kembali saat hipertiroid saya kumat. Namanya juga manusia, baru ngeh kalau udah ketatalan alias kepentok …. He he he. Sayangnya setelah dikembalikan dan ngendon seminggu di rumah nenek, buku itu dimakan rayap. Sudah pasti saya diketawain teman-teman saya, disukur-sukurin terus …. LoL. Kata ibu saya, buku itu milik saudara laki-laki mbah Kakung saat kuliah di NIAS ( Nederlandsch Indische Artsen School ),Surabaya.Buku karangan seorang Profesor yang berasal dari Sumatra Utara, cetakan tahun 1930.

Dalam buku itu dijelaskan berbagai macam penyakit, tanda-tandanya, sekaligus dengan terapi dan penanggulangannya. Untung saja ulasan tentang Hipertiroid ini berada di paruh buku bagian belakang dan tidak ikut termakan rayap, jadi masih bisa dibaca. Dalam buku itu disebutkan, penyakit Basedow atau Morbus Basedowi, alias Hipertiroid. Mungkin ini nama bekennya di jaman dulu, ya.

Yang saya perhatikan di paragraf kedua,” Djangan sekali-kali mentjoba mengobati orang sakit Morboes Basedowi, serahkan pengobatan orang-orang ini kepada Dokter. Biarpoen pengobatannja amat moedah sekali kelihatannya ”.

Nah, lo. Padahal iklan pengobatan herbal untuk hipertiroid banyak banget tuh. Bukan hanya itu saja, satu obat bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Dan nggak sedikit, penderita Hipertiroid yang tergiur. Saya juga sering ditawari obat ini-itu yang katanya manjur, tapi nggak lah, soalnya mahal sih …. He he he. Lebih mahal daripada obat yang diberikan Dokter.

Namanya juga pedagang, setiap iklan kecap selalu bilang kecapnya nomor 1. Begitu pula iklan obat, apalagi herbal. Kalau anda bertanya ke saya, pasti saya bilang jangan percaya. Seandainya belum mantap dengan satu Dokter, sebagai pasien anda memiliki hak untuk second opinion ke Dokter yang lain.

Lebih baik melakukan pemeriksaan atau pengobatan yang sudah terbukti secara medis. Menjadi seorang Dokter itu susah lho, perlu waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit. Dan tidak bisa asal-asalan menganalisa penyakit. Sebagian besar herbal kandungannya belum terbukti secara klinis. Kata Profesor, sekarang banyak orang yang menjadi Terkun … dokter dukun … he he he. Tapi kalau Anda percaya dan mantap ingin menggunakan obat herbal, ya monggo kerso panjenengan.

Saya sering banget tanya sana-sini ke ahlinya, googling dan juga sharing dengan sesama penderita hipertiroid. Dan jawabannya rata-rata sama, penyakit yang satu ini gampang-gampang susah, nyebelin dan bikin capek. Saya juga tidak pernah mengira kalau akan kumat lagi, setelah kurang lebih hampir lima tahun. Menjalani terapi selama bertahun-tahun itu secara fisik dan mental cukup melelahkan, mungkin bukan cuma saya tapi juga penderita Hipertiroid lainnya. Tidak sedikit yang mencari jalan pintas karena sudah hilang kesabaran. Pernah sih, ngikutin anjuran orang untuk minum air kelapa setiap pagi, alasannya bisa menghilangkan racun di dalam tubuh. Alih-alih racunnya hilang, yang ada malah badan seperti udang mabuk. Minum ramuan daun sirsak malah sering BAB dan denyut jantung meningkat. Mungkin ada juga yang cocok dengan ramuan-ramuan seperti itu, setiap orang kan punya daya tahan tubuh yang tidak sama. Jadi kalau yang satu cocok, belum tentu cocok juga untuk yang lainnya.

Selama ini tindakan medis yang paling sering dilakukan untuk mengobati penyakit yang timbul akibat kelainan kelenjar tiroid adalah pembedahan, pemberian sinar radioaktif pada kelenjar tiroid, dan terapi sulih hormon. Namun semua tindakan medis itu tidak bisa selesai seketika. Suatu saat penyakit itu bisa timbul lagi, sehingga pengobatan harus dilakukan secara berkala. Terkadang orang yang sudah berobat banyak bertanya-tanya kenapa disuruh bolak-balik ke dokter?  Karena Hipertiroid adalah penyakit yang disebabkan kelainan dalam tubuh.

Banyak resiko yang dihadapi saat menjalani pengobatan. Yang penting, jangan sampai terburu-buru menentukan tindakan karena setiap Dokter berbeda-beda cara menanganinya. Kalau yang suka jalan pintas, pasti menyarankan pembedahan. Yang suka melakukan teknik ablasi, pasti menyarankan pasien dengan terapi yodium radioaktif. Padahal kedua terapi itu resikonya sangat tinggi, bukan pada saat menjalankan tindakannya, tapi dampak setelah melakukan terapi itu. Ada yang tergantung kalsium seumur hidupnya, kaki dan tangan tidak bisa digerakkan setelah menjalani operasi. Nggak deh, jangan sampai …… semoga saya tidak seperti itu.

Saya sendiri mendapatkan terapi yang aman, nyaman, mudah dan murah yaitu terapi fisik dan Obat Anti-Tiroid alias OAT. Namun OAT memiliki kekurangan seperti adanya risiko untuk resistensi yaitu obat sudah tidak ampuh lagi menurunkan kadar hormon tiroid, sehingga angka kekambuhan pada penderita yang menggunakan OAT ini cukup tinggi. Tapi saya termasuk memecahkan rekor juga, karena banyak penderita lain ( Dokter yang berbeda ) kambuh lagi setelah setahun atau dua tahun berhenti terapi. Selama hampir lima tahun, saya baik-baik aja, nggak pernah terkena serangan ” panik mendadak “ lagi. Ada hal-hal yang saya perhatikan selama beberapa minggu sebelum KO alias kumat, seperti rasa haus yang ekstrim, intoleransi panas, otot dan tulang ngilu dari leher sampai kaki, kuku dan rambut cepat panjang.

Memang sih, gejala-gejalanya tidak sebanyak dahulu ( terkadang juga tanpa gejala ) tapi saat kambuh terasa lebih berat dan menyiksa. Profesor yang dulu merawat saya pun sampai merujuk ke sub bagian Endokrinologi, karena beliau sub bagian Rheumatologis. Kata Dokter, penyebabnya kambuhnya hipertiroid pada umumnya adalah kelelahan yang ekstrem, satu hal yang sering diabaikan. Apalagi kalau ditambah dengan stress, lebih cepat lagi tuh. Otomatis, kalau pikiran dan fisik capek luar biasa, itu akan meningkatkan hormon thyroid, denyut jantung dan tensi. Padahal aktifitas beruntun tuh bagi saya sudah biasa, yang aneh kan kenapa dulu nggak kumat ya ? Mungkin saat ini kondisi tubuh saya lagi nge-drop alias nggak fit, makanya KO.

Jadilah, saya menerapkan lagi terapi yang pernah diberikan oleh Profesor. Bukan dengan terapi obat tapi terapi fisik. Awalnya, saya disuruh istirahat dari dunia persilatan selama sebulan he he he. Banyak makan dan banyak minum air mineral. Hampir sama seperti terapi yang dulu, cuma sekarang, saya tidak diberi vitamin Glisodin untuk menambah berat badan. Karena badan saya sekarang sudah kayak bina raga, kalau dulu bina rangka … he he he. Tapi karena saya orangnya rada-rada ngeyel dan nggak bisa diam, rasa sakitnya belum berkurang. Saya sering jalan kesana kemari, coba-coba melakukan ini – itu. Karena tukang masak, saya mencoba bikin kue, manjat pagar untuk mengambil mangga, dan yang terakhir, mengecat kamar mandi ….. LoL.

Sebelumnya, pekerjaan seperti itu enteng banget, keciiil. Olahraga pun saya memilih yang intensitasnya tinggi, meskipun saran dari Dokter agar jangan lebih dari 35 menit. Pun dengan aktifitas lainnya, pokoknya super aktif lah …. LoL. Tapi setelah hipertiroid saya kumat, untuk beraktifitas sedikit aja badan pegel linu, lemah, letih, lesu ….. ampun dah. Apalagi kalau malam, terasa banget ngilunya. Dokter ahli Endokrinologi tidak memberi saya obat selain propanolol dan zypras, itupun cuma dua minggu. Beliau tidak memberi resep PTU, karena bisa mengakibatkan hipotiroid. Kalau terasa ngilu, saya cuma disuruh anget-angetin pakai kompres hangat, tapi saya lebih mantap pakai salonpas. Protes sih, meskipun hanya dalam hati … he he he. Kita periksa untuk minta resep obat, eh malah nggak dikasih. Alih-alih, waktu istirahatnya malah diperpanjang lagi sampai awal Januari nanti …. Hadeehhh.

Setelah saya membaca buku jadul itu, saya baru ngeh, “ Orang-orang itu haroes tinggal berbaring di tempat tidoernja, diberi peratoeran makan jang banjak terdiri dari toemboeh-toemboehan. Tidak boleh banjak menerima tamoe. Biasanja dengan djalan begini dan dengan peratoeran makanan, kelihatan sekali manfaatnja”.

Benar juga lho, kelihatannya sepele banget tapi setelah menerapkan terapi itu ( seperti sepuluh tahun yang lalu ), rasa sakit mulai berkurang. Perubahannya memang tidak secara cepat, tapi perlahan. Kalau disuruh tinggal ditempat tidur terus alias bed rest, seperti yang tertulis di buku jadul itu, nggak banget lah yaa …… LoL. Dokter bilang kalau tidak semua keluhan harus diobati, selama tidak mengganggu kesehatan pasien, maka tidak perlu minum obat ( Iya sih, tidak mengganggu, cuma menyiksa … hiks ). Tapi yang terpenting adalah ada perbaikan dari sebelumnya. Dan penyakit penyerta lainnya, kalau kadar tiroid-nya normal biasanya juga ikut sembuh.

Lama kesembuhan penyakit ini tergantung keparahannya saat dimulai pengobatan awal. Kesabaran adalah kunci kesuksesan pengobatan ini. Seiring dengan berjalannya waktu, maka gejala hipertiroid akan perlahan menghilang. Karena Hipertiroid adalah penyakit autoimun, sebenarnya yang bisa melawan adalah diri kita sendiri. Saya beruntung ditangani oleh Dokter - dokter yang baik. Banyak hal yang patut saya syukuri, kalau melihat penderita Hipertiroid lainnya yang lebih tersiksa. Saya masih bisa melakukan apa saja. Dan hikmah yang saya ambil dari masa “ reses “ ini, saya punya banyak waktu untuk menulis …. He he he.

Sekian dulu ya, info dari saya, penderita Hipertiroid yang soeka ngeyel tapi teroes semangat. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga ALLAH, SWT selalu melindungi kita semua …. Aamiin.



# Narasumber tidak saya cantumkan karena halaman depan buku dimakan rayap.


14 comments:

  1. makasih ya...ceritanya buat kita berpikir ulang wat yg mo ambil jalan pintas...hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih sudah mengunjungi blog saya mbak Sulistia Riani ...

      Delete
  2. Akhir2 ini saya merasakan hal yg sama, nampaknya hipertiroid sy muncul lg setelah hampir 6 tahun lepas obat. Memang 2 bulan maraton dg pekerjaan yg menekan fisik dan psikis. Terpikir utk telp dokter yg dulu menangani saya utk minta resep lg, tp tdk akan dikabulkan karna dokter perlu cek kondisi secara riil, sedang saya nggak mungkin pulang balik dg jarak yg sudah segitu jauh dr tempat tinggal lama. Sedang kebingungan, apa baiknya... Utk full reses tdk memungkinkan...

    ReplyDelete
  3. Makasih sudah mengunjungi blog saya mbak Samudra Kallam. Kalau ada gejala kambuh, semua dokter pasti akan menyarankan pemeriksaan ulang atau cek darah lagi termasuk kondisi fisik. Jadi tidak sembarangan memberikan obat pada pasien. Jaga fisik dan psikis aja mbak, karena penyakit autoimun cuma kita sendiri yg bisa melawan. Semoga hipertiroid-nya mbak Samudra nggak sering2 kumat lagi.

    ReplyDelete
  4. Selamat malam Mbak Meila. Saya Imelda dari Jakarta. Saya terdiagnosa terkena Hyperthyroid 1 tahun yang lalu karena Grave Disease. Saat ini sudah lepas obat selama 4 bulan. Tapi kemarin Desember saya cek lagi, TSH sudah mulai menurun. Dokter saya masih blm memberikan obat. Masih dianjurkan untuk relaksasi dan istirahat. Saya cukup panik juga..haha setelah dinyatakan normal tiba-tiba bakal kambuh lagi. Memang dalam beberapa bulan terakhir saya ada "cobaan" yang cukup berat dalam keluarga. Dokter saya menganjurkan 3 bulan untuk kembali cek darah. Semoga kita bisa ya Mbak. Semangat! Oh ya Mbak, saya ada rencana untuk membuat forum diskusi ttg hyperthyroid. Berkenankah bergabung? Sepertinya kita perlu adanya support group..bukan hanya untuk penderita tetapi juga anggota keluarga atau pasangan. Kalau berminat, bisa kontak saya di 0812 8068 9778. Terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih sudah mengunjungi blog saya mbak Imelda ... makasih juga atas nomor kontaknya. Keep spirit ...

      Delete
  5. Saya selalu mengikuti tulisan mbk.Meila..
    Saya benar2 ingin sembuh dari tiroid (hiper/hipo).. Rasanya pengen nangis.. Hiks.. Hiks..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih sudah membaca artikel saya mbak Zeyrkitty ....

      Delete
  6. Terimakasih mbak Meila atas postingan ini. Saya 17tahun dan memilik gejala tiroid. Dengan hasil tes darah 26 (rata2: 13-21). Memang masih belum trlalu parah nampaknya. Tapi sangat menyiksa sekali ya mbak. Dan yang membuat saya tidak bisa mengontrol diri saya sendri ketika perubahan emosi saya. Benar2 mau nangis rasanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih sudah mengunjungi blog saya mbak Cici Vonny .... semoga cepat normal hormon tiroidnya.

      Delete
  7. Selamat malam Bu.istri saya awal bulan juli juga divonis hyperteroid sampai kami pergi kepenang positiv hyperteeoid.namun karena istri saya ada alergi jd obat yg diberikan dokter bertentangan dgn alerginya.adakah kiat khusus dalam penangan Penderita hyperthyroid yg memiliki alergi?
    Mohon infonya
    Terima Kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Malam Pak ... maaf baru saya balas. Konsultasi dengan dokter yang menangani istri bapak aja. Kata dokter yang merawat saya, ada beberapa jenis terapi untuk penderita hipertiroid, tergantung kondisi si penderita. Semoga istri bapak segera mendapatkan penanganan yang sesuai.

      Delete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Hallo salam kenal Mbak Meila. Jadi intinya maintaining badan sendiri saja ya klo sdh hipertiroid. Aku dari 2009 kena hipertiroid juga pernah sembuh terus kambuh lagi.

    ReplyDelete