Monday 30 June 2014

RAMADAN STORY


Bagi seorang muslim bulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa dan bulan penuh berkah. Demikian banyaknya keutamaan dan peluang untuk berubah di hadapan Allah SWT di bulan Ramadhan ini hingga bulan Ramadan sering dikiaskan dengan perumpamaan " Tamu Agung " yang istimewa. Perumpamaan dan keistimewaan itu tidak saja menunjukkan kesakralannya dibandingkan dengan bulan lain. Namun, mengandung suatu pengertian yang lebih nyata pada aspek penting adanya peluang bagi pendidikan manusia secara lahir dan batin untuk meningkatkan kualitas rohani maupun jasmani sepanjang hidupnya.

Bulan Ramadan dapat disebut sebagai syahrut tarbiyah atau bulan pendidikan. Penekanan pada kata pendidikan ini menjadi penting karena pada bulan ini kita dididik langsung oleh Allah SWT. Pendidikan itu meliputi aktivitas yang sebenarnya bersifat umum seperti makan pada waktunya sehingga kesehatan kita terjaga. Agar kita bisa mengatur waktu dalam kehidupan kita. Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah. Jadi, pendidikan itu berhubungan langsung dengan penataan kembali kehidupan kita di segala bidang. 

Selain bermakna bagi kehidupan pribadi. Ramadan juga sangat bermakna bagi kehidupan sosial. Secara fisik orang yang berpuasa mengalami sendiri, susahnya menahan lapar dan dahaga di siang hari. Kondisi ini, akan meluluhkan hati kita untuk mau respon dengan lingkungan sosial, khususnya menyangkut partisipasi kita terhadap kaum miskin. Hal ini menunjukkan, bahwa puasa Ramadan memiliki aspek yang sangat dominan dalam menciptakan rasa ukhuwah atau solidaritas sosial. Ramadan merupakan kesempatan bagi seseorang untuk mendidik hati nurani agar menjadi manusia yang berhati lembut, memiliki rasa persaudaraan yang tinggi dan bersedia mengutamakan kepentingan orang lain demi kebersamaan dan kemaslahatan.

Pastilah banyak cerita-cerita menarik selama menjalankan ibadah puasa, termasuk juga dengan tradisi yang berbeda- beda di setiap tempat. Saya sendiri pernah mengalami perbedaan tradisi itu, karena bapak saya sering berpindah-pindah tugas. Ada daerah yang kental dengan nuansa Muhammadiyah dan ada juga yang kental dengan nuansa Nahdatul Ulama. Makanya, saya hapal, mana bacaan yang sering di lafaz-kan oleh Muhammadiyah dan mana yang sering dilafaz-kan oleh NU. Menyenangkan tapi juga agak membingungkan, karena saya belum menginjak dewasa pada saat itu. Masih belum paham A, I, U, E, O .... LoL. Kalau sekarang sih sudah lain lagi ceritanya. Tapi tidak selama sebulan penuh saya menjalani bulan Ramadan di tempat yang saya tinggali karena sudah menjadi tradisi juga, kalau setiap masa liburan, saya dan adik-adik saya , juga sepupu saya dikirim kerumah nenek untuk belajar agama. Diberi pelajaran tambahan tentang ilmu agama, puasa, zakat, shalat, dan lain-lain. Tapi yang paling utama nih, dibenerin bacaan qur'annya. Dengan nama lain, dikorekin kupingnya ..... he he he.

Dan padusan adalah tradisi yang ada di Solo dan sekitarnya. Dulu saya sering ikut-ikutan anak yang lebih gede, sepupu dan tante saya. Karena umur kami memang nggak beda jauh, hanya terpaut lima tahunan. Sehari menjelang datangnya bulan Ramadan semua orang beramai-ramai datang ke tempat pemandian seperti kolam renang, mata air, sungai dan tempat wisata air untuk mandi disana. Kalau nggak, kita padusan di sumur beramai-ramai. 

Makna dari padusan sendiri, bagi orang Jawa adalah menyucikan diri sebelum datangnya bulan Ramadan. Tapi biasanya sih, yang datang kesana orang yang tidak benar-benar menjalankan puasa, buka tutup kendang alias puasa di hari pertama dan hari terakhir. Harap maklum, seperti di belahan dunia lainnya, ada muslim yang ta'at dan ada juga yang abangan alias beragama Islam hanya di KTP aja.

Saya sendiri memulai puasa full time sehari penuh dan sebulan penuh tanpa bolong saat umur saya menginjak lima tahun. Jadi, yang namanya puasa tuh bagi saya sudah biasa. Meskipun berat sih sebenarnya. Soalnya kita juga nggak menahan haus dan lapar. Kalau disuruh milih neh, antara puasa sunnah dan shalat sunnah, saya lebih milih yang terakhir .... he he he. Terlepas dari semua itu, nggak pernah ada tuh cerita kalau puasa Ramadan bikin orang masuk rumah sakit. Tapi puasa Ramadan dimasa kecil tentunya berbeda ya, pasti ada bolong-bolongnya,ada nakal-nakalnya anak kecil, kalau mau mengakui lho .... LoL. Berbagi cerita dan pengalaman masa kecil itu memang menyenangkan, dengan berbagai kekonyolan yang menggelikan.

Kalau teman-teman saya yang lain memulai puasanya dengan puasa  " dugber " habis bedug langsung beber alias berbuka pada saat adzan Dhuhur dan seterusnya, tapi hal itu tidak berlaku bagi saya. Sehabis Dzuhur, saya makan sampai kenyang, dan setelah itu, saya puasa lagi sampai bedug Maghrib. Seingat saya, saya mulai diajarkan puasa sambung seperti itu saat berumur 3 tahun. Tapi, namanya juga anak-anak, saya juga suka bolong-bolong puasanya. Tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Hari-hari melaksanakan puasa juga tidak mudah, karena bagi seorang anak bermain itu sangat menghabiskan energi. Dan biasanya sih, bersama gerombolan teman-teman, mencari berbagai macam cara mulai dari pura-pura wudhu tapi sambil minum air, manjat pohon belimbing sambil makan buahnya juga ..... he he he. Beda dengan anak-anak jaman sekarang, karena orang tua selalu memberi uang, mereka bebas makan dan jajan dimana saja. Dan tidak merasa malu kalau kepergok orang yang mengenalnya.

Sebagai anak kecil, seingat saya, saya cukup takut saat nenek bilang “ dosa kalau tidak puasa ”. Nanti kalau di surga, saya nggak bakal ketemu lagi sama nenek, kakek, bapak, ibu dan saudara-saudara saya lainnya. Yang pasti, dengan iming-iming baju baru, sandal baru dan juga duit .... yang terakhir ini nih yang paling ditakuti kalau tidak dikasih. Tapi, tentu saja saya juga pernah malas sekali dan nggak mau bangun untuk makan sahur. Biar diiming-imingi ini itu. Karena kecapekan bercanda dan bermain dengan teman-teman makanya mata maunya merem terus karena masih di temploki setan .... he he he. 

Yang paling mengasyikkan dan ditunggu-tunggu di hari-hari puasa itu adalah menunggu saat waktu berbuka alias “ Ngabuburit ”, istilahnya jaman sekarang. Soalnya dijaman dulu tidak ada istilah itu. Mungkin yang paling berkesan cuma di Yogya, biasanya anak laki-laki yang agak dewasa pada nyulut " long bumbung " alias meriam dari bambu. Di Solo, biasanya pada ngumpul di masjid, nyulut " sreng dor " atau mercon cabe rawit sambil menunggu " Dul " alias bedug ditabuh. Kalau di daerah Blora dan pesisir bagian utara, biasa - biasa aja tuh, karena penanda berbuka menggunakan sirine. Mungkin yang berbeda hanya jenis makanannya. Atau mungkin juga karena penduduknya tidak begitu padat dan juga tidak seramai di daerah Yogya atau Solo, maka kesannya cuma begitu-begitu aja.

Tentunya yang berkesan bukan hanya puasanya saja, tapi juga pada saat tarawih dan shalat Subuh. Yang namanya anak-anak, kalau berkumpul pasti pada bermain, nggak itu di masjid atau dimana saja. Budaya menyulut petasan dan kembang api mungkin menjadi cerita abadi bagi anak-anak. Termasuk juga dengan saling menjahili antar sesama teman . Dulu, kalau imam sudah berdiri dan memulai shalat, saya dan teman-teman tidak langsung ikutan berdiri, tapi masih duduk nyantai. Setelah makmum lainnya bilang Aamiin, barulah kita cepat-cepat berdiri. Belum lagi, ada yang suka usil dengan membuat gerakan-gerakan lucu pada saat shalat. Yang tidak pernah ketinggalan setelah shalat tarawih selesai, semua pada berebut Jaburan, tengil banget ya ..... he he he. Tapi hal itu hanya berlaku saat saya berumur 5 sampai 6 tahun. Setelah naik kelas dua SD, kayaknya udah mulai anteng deh. Dan saat menginjak ABG ( pertengahan SMP ), lain lagi ceritanya. Sudah mulai mengenal cimon alias cinta monyet. Biasanya cewek rajin shalat tarawih karena ada cowok cakep di masjid. Dan sebaliknya, cowok rajin tarawih karena ada cewek gebetannya.  Jadinya salah niat tuh, mana bisa dapet pahala .... LoL.

Ya, Ramadan, telah kembali dan selalu akan kembali selama kita masih hidup. Dari tahun ke tahun pasti ada cerita yang berbeda. Bulan yang akan selalu dirindukan. Dan selama kita masih diberi kesempatan, Allah SWT selalu memberi ampunan bagi semua manusia. Meluruskan niat beribadah dengan berserah diri pada-Nya dengan jujur guna meraih ketakwaan yang sesungguhnya. 

Semoga menjadi Ramadan yang terindah bagi saya, keluarga saya, Anda semua dan tentunya, juga untuk seseorang di sana, yang selalu ada di hati dan pikiran saya, my Honey, Ramadan Kareem, Yaa Habibi ...... Dalam kesempatan ini, saya sekaligus mohon maaf lahir dan batin kalau ada kesalahan dalam perbuatan, penulisan atau kesalahan dalam kata-kata. Marhaban Yaa Ramadan .....


No comments:

Post a Comment