Thursday 11 June 2015

JUDGING OTHERS


Kenapa ya, kebanyakan dari kita punya kecenderungan menjadi sosok yang gemar sekali mencari-cari kesalahan orang lain. Ini salah, itu salah, seharusnya begini, seharusnya begitu dan begono … he he he. Sepertinya tidak suka kalau melihat orang lain senang, lebih baik daripada dirinya dan lebih sukses. Gampang banget ya, seseorang menuntut dan mengkritik orang lain. Bahkan tidak jarang juga mengharamkan sesuatu padahal halal dan haram itu dalam Islam sudah jelas ada ketentuannya. 

Apapun yang dilakukan oleh orang lain selalu salah dimata mereka. Mereka merasa menjadi manusia yang paling benar, sudah berlaku adil, jujur, sangat peduli, tidak pernah menyakiti hati orang lain, beramal lebih banyak dan lebih ta’at dalam hal ibadah daripada yang lain. Padahal kenyataannya, nol besar. Semua tindakan dan ucapannya jauh dari itu. Yang ada malah justru mereka sering menyakiti perasaan orang lain dengan kritikannya.

Sebenarnya sih, tidak salah dan boleh-boleh saja mengkritik teman atau siapa pun itu, tapi dalam menyampaikan kritik, saran atau koreksi sebaiknya kita tetap menghormati. Saat menyampaikan informasi yang sifatnya sebuah koreksi, sebaiknya kita menyampaikannya dengan cara yang baik. Seringkali orang menyampaikan saran, kritik atau ketika mengkonfirmasikan sesuatu hal dengan cara yang langsung menyudutkan dan menyalahkan, istilah kerennya judging alias menghakimi. Asal main tuding, main tembak dan main kecam aja. 

Melihat dan memahami diri sendiri ternyata bukan perkara mudah, ya. Dan tidak semua orang mau melakukannya. Mereka biasanya lebih suka melihat pada pemandangan yang jauh di luar dirinya dan sebaliknya lupa melihat hal yang dekat, apalagi terhadap dirinya sendiri. Kuman di seberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tak tampak. Itulah sebabnya, betapa sulit melihat kesalahan dirinya sendiri daripada melihat kesalahan orang lain. Atau mungkin memang sudah fitrah manusia kali yaa, seneng banget melihat kejatuhan orang lain … LoL. Tapi ada sesuatu yang lebih daripada itu, yaitu sebuah mekanisme untuk melindungi dirinya sendiri dari kekurangan dan kesalahannya. Mereka tidak suka kekurangan dan kelemahannya diketahui orang lain. Itulah sebabnya, manakala kekurangan itu diketahui orang, maka yang bersangkutan menjadi tersinggung dan marah karena merasa dirinya-lah yang paling benar dan sudah sempurna. 

Jelas lah, setiap orang merasa senang manakala mampu menunjukkan kelebihan dirinya sendiri, sekalipun kelebihan itu misalnya hanya diada-adakan, pamer gitu loh … he he he. Itulah sebabnya penampilan seseorang sehari-hari selalu berbeda dari penampilannya dirinya yang sebenarnya. Dengan sifat seperti itu menjadikan siapapun tidak mudah menghakimi dirinya sendiri. Para hakim pintar mengadili orang lain, tetapi tidak mampu mengadili dirinya sendiri atau keluarganya. Demikian juga orang pada umumnya, tidak mudah mengetahui dan bahkan menyadari atas kekurangan dan kesalahannya. Kesulitan melihat diri sendiri itulah yang menjadikan orang pada umumnya selalu bersikap subyektif.

Sebagai seorang wanita, kadang kita sering berpikir dan bertindak dengan emosi. Terlebih kalau kita termasuk pribadi yang sensitif, yang seringkali memaknai perkataan dan tulisan orang lain atas dasar buah pemikiran kita sendiri, kodrat semua kaum Hawa …. he he he. Terkadang saya juga terbawa emosi kalau mendengar kata-kata yang tidak enak didengar, entah itu ditujukan ke saya ataupun kepada orang lain. Karena jengkel, saya jadi agak emosi. Meskipun suka bercanda, jangan dikira saya tidak bisa marah. Kalau ada orang yang nabok, bagi saya yang penting adalah membuat benteng pertahanan. Maklum-lah, sebagai manusia, saya punya kesabaran dan juga ketidak sabaran. Walaupun wajar tapi kan tetap aja, buat saya nambah-nambahin dosa aja tuh … he he he, nyadar nih. Bagaimana tidak, pada akhirnya kita juga ikut terbawa arus dengan membicarakan orang yang menohok kita. Mendingan menjauh aja deh, dari manusia-manusia yang punya penyakit kronis seperti itu. Maunya apa sih, kok semua orang dicela dan dikecam terus-terusan seolah tidak ada satupun yang benar. Kayak nggak ada capek-capeknya ngomongin orang lain melulu.

Saya sendiri tidak anti terhadap kritikan, karena kritikan itu akan memacu saya untuk berbuat lebih baik lagi. Asal kritikan yang membangun lho yaa, yang logis dan nggak ngawur aja. Dan juga, tidak asal mengecam, perbedaannya jauh lho antara kritikan dan kecaman. Jujur, sampai saat ini saya pun masih terus belajar dalam segala hal, entah itu bisnis, tulis menulis, ilmu pengetahuan, agama, hubungan dengan sesama manusia dan kehidupan sehari-hari. Meskipun sudah menjadi kodrat manusia, tapi tidak bisa dibenarkan kalau hal itu dijadikan tameng untuk bertindak berdasarkan emosi atau untuk menghakimi orang lain. Yang punya kedudukan, merasa paling pintar, orang lain yang tidak sama dengannya bodoh semua. Ada juga yang merasa paling ahli dalam hal agama, padahal berdo’a saja tidak becus, plegak-pleguk, bacaan Qur’annya aja sendal pancing alias tersendat-sendat … he he he. Tapi kalau dia bertemu orang yang seperti dirinya itu, tanpa ba bi bu langsung dituding dan dikecam habis-habisan. Suka menuduh orang lain selalu berbohong padahal dia sendiri juga demen banget bicara bohong. Aneh kan ? Itu karena dia merasa dirinya sendiri lah yang paling sempurna, seorang ahli surga dan tidak pernah salah. 

Padahal kalau dipikir-pikir secara mendalam, apa coba yang kita dapat dari mencela dan menghakimi orang lain ? Senang, puas, bangga ? Tidak … yang ada adalah orang lain tidak mau dekat-dekat, mendingan kabur, takut kalau ada elu … LoL. Sebenarnya setiap orang tahu kalau hal seperti itu bisa mendatangkan kerugian untuk dirinya sendiri dan dosa, saat sibuk menilai kekurangan orang lain yang membuat kita lupa introspeksi diri. Namun tahu hanya sekadar tahu, tapi tetap saja melakukan kebiasannya itu. Watak menungso … menus-menus kebak doso … he he he.

Hmm … semakin sibuk kita menilai dan mencari-cari kekurangan orang lain, maka semakin sulit untuk kita bisa melihat dengan jelas kekurangan-kekurangan diri kita sendiri. Tidak ada manusia yang sempurna dan belum tentu kalau kita lebih baik dari orang yang kita nilai itu ? Bisa jadi kita jauh lebih buruk darinya, apalagi jika ternyata orang yang kita hakimi tak melakukan keburukan seperti yang kita lakukan, yaitu sibuk mencari-cari kekurangan orang lain. Kemarahan dan kritikan kita atas perilaku orang lain biasanya mengenai aspek yang belum terselesaikan dari diri kita sendiri, menurut saya pribadi lho ya. Seperti yang sering saya amati, biasanya manusia dengan sifat seperti itu banyak kekurangan dan masalahnya banyak banget, entah dengan teman, keluarga, lingkungan atau dengan dirinya sendiri.

Sebaiknya, sebelum kita menilai buruk orang lain, lihatlah diri sendiri. Sudah benarkah kita, sudah baikkah kita, apakah kita atau anggota keluarga kita tak pernah melakukan keburukan dan dosa? Orang yang benar, belum tentu selamanya benar dan orang yang salah tidak juga selamanya salah. Dengan kita mengoreksi diri kita lebih dulu, akan membuat kita lebih berhati-hati menilai orang lain. Karena tanpa kita sadari, diri sendiri pun sering tak luput dari keburukan dan hal-hal negatif yang orang lain tak mengetahuinya. 

Apalagi di dunia maya, lebih serem dan brutal. Di dunia itu orang gampang sekali menghakimi, mencaci memaki dan menghasut. Semakin banyak penggunanya, semakin tinggi pula angka cyber bullying-nya. Sungguh sangat disayangkan apabila kita kurang cerdas dalam menggunakan fasilitas internet. Seharusnya internet digunakan untuk hal-hal positif yang bermanfaat bukan malah digunakan untuk menghakimi atau mencaci orang lain. Ketika berinteraksi dalam dunia maya, kita hanya banyak berkomunikasi dan berdialog lewat tulisan. Tulisan pada dasarnya merupakan representasi dari buah pikiran dan lidah. Ketika lisan tidak mungkin berkata, tulisan-lah yang berbicara. Tapi tidak semua orang bisa menangkap makna keseluruhan yang dimaksud penulis. Kalau saya sih, maklum aja karena setiap orang memiliki tingkat pemahaman dan kualitas ilmu yang berbeda. Dunia tulis menulis memang sangat berpotensi membuka peluang perbedaan persepsi terutama bagi para pembaca. Bagi para penulis, pena itu setajam lidah … LoL.

Coba tanyakan dengan jujur pada diri kita sendiri, sudah mampukah kita berbuat lebih baik dari orang yang kita kritik atau kita cari-cari kesalahannya? Daripada kita terus menerus menyibukkan dan melelahkan diri kita dengan mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan dan kelalaian orang lain, yang kita jadikan senjata untuk menyerangnya, lebih baik berpikir positif aja ya. Buktikan kalau memang lebih baik ! Lakukanlah sesuatu hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan oleh orang yang kita cari-cari kesalahannya. Apakah kita bisa melakukan sama baiknya dengan orang yang kita cari-cari kesalahan dan kekurangannya atau malah lebih buruk dari orang tersebut? 

Aku tidak pernah menyesali apa yang tidak aku ucapkan, namun aku sering sekali menyesali perkataan yang aku ucapkan. Ketahuilah, lisan yang nista lebih membahayakan pemiliknya daripada membahayakan orang lain yang menjadi korbannya ~ Dr. Aidh Al-Qarni, M.A 

Tulisan ini sebagai pembelajaran khususnya untuk diri saya pribadi. Sebagai pengingat, saling mengingatkan dan terus belajar tentang etika yang sering terlupakan ketika kita mengkritik, berkomentar dan menulis. Agar tidak terlalu sibuk melihat diri orang lain dan mengganggap diri sendiri lebih baik. Sesungguhnya ALLAH, SWT telah menciptakan kita semua sama, makan, minum, bernapas dan saling mengenal satu sama lain.  Life is so beautiful without judging others …. 


HAVE A NICE DAY 


No comments:

Post a Comment