Kayaknya sudah hampir seabad nggak nge-blog
ya, jari-jari ini sebenarnya sudah lama pengen senam lagi ... LoL. Nggak terasa
udah memasuki minggu ketiga bulan pertama di tahun twenty-twenty. Di awal-awal
tahun pasti pada sibuk dengan resolusi ya. Kalau saya sudah nggak mikirin resolusa
resolusi, santuy aja cuyy. Yang penting fokus dengan satu hal terpenting dan
apa yang harus saya lakukan. Misalkan bisa cepat terealisasi, akan ada hal lain
lagi yang pasti saya lakukan. Hal apakah itu ? rahasia dong. Kalaupun ada keinginan
saya yang lain lagi misalnya bisa beli ini itu, bisnis semakin berkembang, saldo
tabungan digitnya bertambah, bisa travelling kemana-mana atau nemuin emas sepuluh
karung, ya Alhamdulillah wa syukurillah kabul kajaté... he he he. Selama bisa segera
dikerjakan ya lakukan. Jadi nggak perlu nunggu-nunggu gitu aja. Masa menunggu
sudah lewat euy.
Anyway busway, selama menghilang sesaat dari
dunia senam jari dan berkelana di alam nyata, banyak pelajaran-pelajaran yang
saya dapatkan, Inshaallah akan saya share ke depannya. Tapi secara umum aja ya,
karena blog ini bukan diary. Topik yang akan saya share kali ini adalah toxic
alias racun. Ini nggak berhubungan dengan banyaknya penemuan ular berbisa di
berbagai daerah tapi racun yang ada di dalam diri manusia. Toxic people bisa
diartikan seseorang dianggap
menjadi racun ketika ia menebarkan sesuatu yang negatif ke lingkungan
sekitarnya. Tapi secara general lho ya, tidak menunjuk
ataupun menyebutkan merk. Dan juga tidak melulu toxic antar dua orang insan
yang dimabuk asmara alias percintaan. Yang pasti, bisa teman, saudara,
tetangga, keluarga dan pasangan.
Di jaman millenial ini gampang sekali kita berkenalan atau
berinteraksi dengan orang lain entah itu di dunia maya ataupun di alam nyata.
Seorang teman idealnya bisa membuat kita nyaman setiap bersama mereka. Tempat
kita bercerita tentang segalanya dan bisa menjadi mood booster satu sama
lainnya. Sayangnya, tidak mudah bagi kita untuk memiliki teman yang bisa
memberikan good vibes. Yang ada malahan toxic person atau toxic people alias manusia beracun dan
tentunya bisa memberi dampak buruk bagi kesehatan mental kita. Seringkali toxic people ditemukan melalui media
sosial. Namun, dalam kehidupan nyata juga banyak. Atau
jangan-jangan kita termasuk salah
satunya.
Setelah berpuluh-puluh tahun lebih berinteraksi dengan
berbagai umat manusia, setiap insan ternyata memiliki sifat-sifat yang cukup
menarik dan sering kali membuat kita perlu untuk lebih mengenali spesies kita
lebih mendalam. Hal-hal yang saya rasakan mengenai diri kita sebagai manusia, terkadang
punya "tanduk" dan terkadang punya "sayap". Seperti kata
pepatah, cinta itu buta. Orang yang menyayangimu akan selalu mempercayaimu dan
orang yang membencimu tidak akan pernah percaya padamu.
Manusia itu ternyata nanggung juga, tidak ada yang jahat
banget atau pun baik banget seperti yang ada di drama Korea, Bollywood dan
sinetron Indonesia. Setiap manusia pasti mempunyai sifat keduanya dan bisa muncul
secara bergantian. Singkatnya, tidak ada manusia yang bisa di-labeli salah satu
sifat tersebut, bahkan penjahat sekalipun, dia bisa saja jahat dengan orang
lain tapi sangat penyayang dengan orang yang dicintainya. Seperti di film Joker,
orang jahat adalah orang baik yang tersakiti. So, manusia juga harus memutuskan
untuk lebih dominan di sifat yang mana, lebih menuruti sisi malaikatnya atau
sisi ke-iblis-annya. Perlu hati-hati, sadar diri dan introspeksi diri juga sih. Seseorang yang masuk kriteria toxic people biasanya hidupnya
susah bahagia. Hidupnya dibayang-bayang rasa tidak puas, sering mengeluh dan
merasa resah.Nggak demen kalau melihat orang lain happy.
Mungkin beberapa dari kita tidak menyadari potensi
toxic dalam hubungan yang kita miliki. Toxic yang dimaksud bukan berarti secara
keseluruhan pribadi seseorang menjadi racun, tapi bagaimana perilakunya yang
tergolong toxic seperti egois, suka berbohong, suka ngeluh, tidak mau
memaafkan, tidak mau mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain, bicara
buruk tentang orang lain, manipulatif, merasa paling pintar sedunia, merasa
paling benar sendiri, paling agamis dan suka menolak mendengarkan pendapat
orang. Pokoknya yang begitu-begitu banget deh orangnya.
Pada umumnya manusia memang tidak bisa mendengarkan sesuatu
yang baik tentang orang lain. Sahabat, saudara bahkan pertemanan yang cukup
lama pun tidak bisa mengelak dengan adanya rasa kurang nyaman di hatinya ketika
mendengarkan kabar baik tentang hidup orang-orang terdekatnya. Sebagian dari
mereka ada yang merasa tersaingi, tertekan atau bisa jadi minder saat mendengar
hal-hal baik terjadi dalam hidup orang lain. Coba kita
putar ulang memori, pernah nggak kita marah terhadap seseorang sehingga membuat
kita benar-benar down, tidak produktif, bahkan gagal dalam melakukan sesuatu gara-gara
ucapan atau sikap seseorang? Kita hanya bisa ngomel-ngomel dan merasa ada ketidak-ikhlasan
memaafkan ucapan atau sikap seseorang sehingga kepikiran berlarut-larut dan
akhirnya membuat kita lebih buruk. Terlebih bila ucapan atau sikap yang
terlontar itu dari orang terdekat seperti keluarga, teman, rekan kerja atau
pasangan. Kalau kita melakukan satu
kesalahan ataupun ada kekurangan, kita diomongin. Kita nggak salah atau punya banyak
Kelebihan, diomongin juga cuyy! Sesuatu yang sudah lewat pun tidak luput juga
dari omongannya. Asal tahu aja, toxic person biasanya juga manusia yang julid,
apa-apa yang ada dalam diri orang lain selalu di julid-in.
Misalkan kita pernah merasa
punya perasaan seperti marah, kesel, ataupun kadang tidak ikhlas mema’afkan, tidak
usah khawatir, menurut saya sih manusiawi
ya. Tidak termasuk manusia sensi atau baperan juga karena itu adalah bagian dari siklus
manusia normal dan masih memenuhi kriteria norma umum. Ada saatnya kita melepaskan
kekesalan terhadap orang yang selalu ngatain kita beginilah, begitulah, bla bla
bla..." intinya, kita sudah disakiti tapi kok malah dihakimi, sakit ? Iya
pasti sakit lah, namanya juga punya hati. Sakit tapi tidak berdarah .... Hiks. Dan virus toxic manusia macam begitu lama-lama bisa nular tuh. Serba salah ya,
nggak enak juga kan jadinya kalau dekat-dekat. Bisa
merusak diri ! Orang seperti ini memang harus dihindari, ibarat racun
mereka akan meracuni, menyakiti, membuat lumpuh, baik dengan ucapan ataupun tindakannya.
Kalau pengalaman saya pribadi banyak banget tuh. Mungkin
saya juga semi toxic person tapi juga sering di julid-in, kesannya malah jadi
saling berbalas racun ... he he he. Itu dulu lho ya, sekarang udah beda lahir
batin. Jujur, saya sering merasa geli sendiri kalau mengingat kejahilan saya
dulu. Hobi komen dan jari-jari bawaannya gatel nekan tombol enter melulu. Nambah-nambahin
dosa dan kurang kerjaan banget ... LoL. Suka julid-julid yang unfaedah. Apalagi
sama yang suka nyampah, komen-komen nggak penting di lapak saya. Semakin bertambahnya umur, pertemanan memang saya batasi, tapi perkenalan saya perlebar. Biasa, pengalaman pahit. Banyak yang ngaku-ngaku dekat tapi kok perilakunya gitu-gitu amat, kesannya malah sotoy abis. Nggak sedikit juga yang menjurus ke fitnah. Kasihan tapi sekaligus geli saya mah ... he he he. Maksudnya apa coba ? Nyenggol mereka aja nggak pernah. Mau nggak mau saya mesti jaga jarak ya. Nggak pilih-pilih sih tapi alam-lah sebenarnya yang akan menyeleksi. Kalau saya sering terlihat sendirian bukan
berarti kesepian, sombong, tidak punya teman, tdak ada yang naksir ataupun
tidak mau bersosialisasi. Pasti ada lah beberapa orang yang dekat dengan saya,
tidak perlu saya tunjukkan orangnya. Meski jarang ketemu tapi kita punya selera yang sama, receh-nya juga
sama, betah ngobrol, suka jalan, ketawa ketiwi, intinya bener-bener partner in
crime ... LoL. Relationship yang sehat buat saya pribadi, yang terpenting
saling menghormati, menghargai, jujur dan support satu sama lain. Kalau tidak tahu, ya jangan sok tahu dan nggak perlu julid-julid abis juga ke orang lain.
Back to topic, banyak orang yang buta dan tidak
menyadari kalau mereka telah terjebak dalam hubungan beracun. Bahkan mungkin
juga telah tertular toxic-nya. Ada yang merasa karena tidak enak hati, istilah
Jawanya sih pekéwuh alias sungkan. Jadi lebih suka diam atau membiarkan dengan
alasan toleransi. Hmm ... gue banget nih ... LoL. Padahal kalau dipikir lebih
dalam lagi, hubungan seperti ini hanya akan membawa keburukan pada diri
masing-masing. Nggak perlu takut juga kehilangan teman yang ber-toxic. Di alam
nyata masih banyak kok orang baik dan berpikiran positif yang mau berteman dengan kita.
Menjalani hubungan dengan orang lain secara dekat
memang menjadi kebutuhan sosial setiap manusia. Memang sih, tidak semua
hubungan yang kita miliki merupakan hubungan yang sehat. Berbeda pendapat itu
hal yang biasa. Namanya juga manusia, nobody’s perfect in the world. Sangat
jarang sekali seseorang memiliki ketulusan dan keikhlasan. Ana uhibbuka fillah
... cie ... he he he. Rasa sayang yang sewajarnya, rasa aman, saling peduli,
bebas mengutarakan pikiran dan pendapat, serta saling menghormati perbedaan
yang ada. Kita tidak bisa membiarkan diri terjebak dengan orang yang salah. Membiarkannya
melakukan kesalahan atau lebih parah lagi ikut men-dzalimi orang lain. Itu juga
bukanlah sebuah keputusan yang bijak dalam menjalani kehidupan. Sama saja
seperti kita tidak menyayangi diri sendiri." A nice person " bukanlah orang yang
membiarkan kesalahan, tetapi orang yang bisa memberikan sesuatu yang positif,
pendapat yang baik tanpa meremehkan, merendahkan dan menghakimi.
Jangan pernah lupa kalau sebagai manusia kita juga
punya harga diri. Jangan pernah kita kehilangan hal tersebut karena hanya akan
membuat kita terjebak dalam hubungan yang menyakitkan. Berhati-hatilah dengan manusia
beracun. Umumnya mereka itu drama person, sok playing victim untuk memperdaya
dan mencari simpati. Jangan sampai tertipu dengan permintaan maaf dan berjanji
akan berubah. Percayalah, tidak sulit bagi mereka kecanduan dengan rasa simpati
kita. Kejadian seperti itu akan terus berulang, lagi dan lagi. Kalau kita tidak
tega dan berharap dia akan berubah suatu saat nanti, it's impossible. Tidak ada yang betul-betul berubah jika itu
sudah menjadi karakter. Dan kita tidak punya tanggung jawab apapun untuk
mengubahnya. Perlu diingat juga, setiap manusia pasti akan menuai hasil perbuatannya sendiri, sooner or later.
Manusia dituntut agar smart dalam situasi apapun
khususnya dalam pergaulan karena selama hidupnya kita akan bertemu dan bergaul
dengan berbagai macam orang. Ada orang yang baik, buruk, terlihat baik padahal
penipu, terlihat seperti penjahat ternyata orang yang baik dan sebagainya. Jadi
kepekaan hati dalam menilai seseorang harus diasah agar tidak salah dalam
bergaul yang bisa berakibat fatal dimasa depan.
Bertemu dengan orang-orang seperti itu memberi saya
pelajaran dan ada banyak hal yang tidak terduga. Seperti halnya kebahagiaan
tumbuh hanya dengan hal yang sederhana yang terkadang banyak orang yang tidak
peduli. Bagaimana mereka menghadapi kenyataan dengan penuh keikhlasan, saling toleransi
satu sama lain, begitupun dengan rasa saling menyayangi dan berbagi.
Pada Intinya menjalani kehidupan sebagai manusia
memang tidak mudah. Hal itu juga bukan menjadi alasan untuk tidak menjadi seorang
yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Menghindari toxic people dalam relationship itu
wajib. Tapi bukan juga berarti harus memutus tali pertemanan. Tetap jalin
komunikasi yang baik. Yang bisa kita lakukan hanya mengurangi intensitas
bersama secara perlahan-lahan. Menjaga jarak tanpa meninggalkan kesan negatif. Saya
tidak menganjurkan untuk su’udzon lho ya, cuma berhati-hati aja. Jalani hidup dengan kebahagiaan dan tanpa beban. Be a Good Person ! Say goodbye
to toxic people. Daripada menjadi
malapetaka, menambah dosa dan sakit hati pula, iya nggak ?
Last but not least ... ambil baiknya aja ya, mohon
maaf kalau ada kesalahan kata-kata. Sampai jumpa di topik selanjutnya ... Have
a nice day.